Untuk itu, pemerintah harus betul-betul melakukan upaya agar utang yang ditarik dapat bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Sehingga meski kita melakukan utang tapi benar memberikan pengaruh ekonomi yang tinggi. Saya khawatir di banyak negara juga seperti kita, semakin utang tinggi belum tentu pertumbuhan ekonomi tinggi," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, utang pemerintah yang tinggi sekalipun tidak akan berdampak ke masyarakat jika tujuannya untuk kesejahteraan.
"Utang pemerintah tidak pernah dibebankan kepada masyarakat. Justru utang pemerintah adalah untuk membiayai APBN yang tujuannya untuk pembangunan, untuk kesejahteraan masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya diketahui, defisit APBN meningkat drastis ke level 6,34% terhadap PDB atau setara Rp 1.039,2 triliun dari yang sebelumnya ditargetkan di level 1,76% atau setara Rp 307,2 triliun. Meningkatnya defisit APBN ini juga dilakukan pemerintah guna memenuhi kebutuhan belanja yang meningkat menjadi Rp 2.739,16 triliun. Defisit juga diartikan sebagai selisih dari penerimaan dan belanja negara, untuk menutupi selisih itu maka pemerintah melakukan pembiayaan atau utang.
(eds/eds)