RI Banyak Tarik Utang saat Pandemi, Apa Dampaknya ke Masyarakat?

RI Banyak Tarik Utang saat Pandemi, Apa Dampaknya ke Masyarakat?

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 20 Nov 2020 16:34 WIB
Data utang pemerintah
Ilustrasi/Foto: Mindra Purnomo
Jakarta -

Pandemi virus Corona (COVID-19) membuat pemerintah menarik banyak utang. Hingga akhir September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun yang terdiri dari pinjaman Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 4.892,57 triliun. Dengan angka tersebut maka rasio utang pemerintah sebesar 36,41% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan terlalu tingginya utang pemerintah dapat berdampak terhadap berkurangnya kemampuan fiskal di masa depan. Hal ini dengan catatan pemerintah ingin menurunkan rasio di masa depan, mengingat rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kategori aman.

"Sebenarnya dampaknya alokasi-alokasi anggaran untuk di stimulus fiskal atau bangunan pada masa-masa mendatang itu pasti anggaran untuk kepentingan publik atau umum menurun terutama di belanja modal. Tapi ekspansi fiskal pada pemerintahan mendatang akan semakin terbatas kalau pemerintah konsisten ingin menurunkan utang," kata Tauhid kepada detikcom, Jumat (20/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlalu tingginya utang pemerintah dinilai dapat membebani struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan.

"Katakanlah 100% APBN, 1/3 untuk belanja pusat, 1/3 untuk belanja daerah, 1/3 buat bayar bunga utang dan pokoknya. Ketika bunga pokok dan utang harus dibayar, otomatis kan menggenjot alokasi untuk belanja yang ke masyarakat," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, pemerintah harus betul-betul melakukan upaya agar utang yang ditarik dapat bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Sehingga meski kita melakukan utang tapi benar memberikan pengaruh ekonomi yang tinggi. Saya khawatir di banyak negara juga seperti kita, semakin utang tinggi belum tentu pertumbuhan ekonomi tinggi," ucapnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, utang pemerintah yang tinggi sekalipun tidak akan berdampak ke masyarakat jika tujuannya untuk kesejahteraan.

"Utang pemerintah tidak pernah dibebankan kepada masyarakat. Justru utang pemerintah adalah untuk membiayai APBN yang tujuannya untuk pembangunan, untuk kesejahteraan masyarakat," tandasnya.

Sebelumnya diketahui, defisit APBN meningkat drastis ke level 6,34% terhadap PDB atau setara Rp 1.039,2 triliun dari yang sebelumnya ditargetkan di level 1,76% atau setara Rp 307,2 triliun. Meningkatnya defisit APBN ini juga dilakukan pemerintah guna memenuhi kebutuhan belanja yang meningkat menjadi Rp 2.739,16 triliun. Defisit juga diartikan sebagai selisih dari penerimaan dan belanja negara, untuk menutupi selisih itu maka pemerintah melakukan pembiayaan atau utang.


Hide Ads