Pandemi virus Corona (COVID-19) membuat pemerintah menarik banyak utang. Hingga akhir September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun yang terdiri dari pinjaman Rp 864,29 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 4.892,57 triliun. Dengan angka tersebut maka rasio utang pemerintah sebesar 36,41% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan terlalu tingginya utang pemerintah dapat berdampak terhadap berkurangnya kemampuan fiskal di masa depan. Hal ini dengan catatan pemerintah ingin menurunkan rasio di masa depan, mengingat rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kategori aman.
"Sebenarnya dampaknya alokasi-alokasi anggaran untuk di stimulus fiskal atau bangunan pada masa-masa mendatang itu pasti anggaran untuk kepentingan publik atau umum menurun terutama di belanja modal. Tapi ekspansi fiskal pada pemerintahan mendatang akan semakin terbatas kalau pemerintah konsisten ingin menurunkan utang," kata Tauhid kepada detikcom, Jumat (20/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlalu tingginya utang pemerintah dinilai dapat membebani struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan.
"Katakanlah 100% APBN, 1/3 untuk belanja pusat, 1/3 untuk belanja daerah, 1/3 buat bayar bunga utang dan pokoknya. Ketika bunga pokok dan utang harus dibayar, otomatis kan menggenjot alokasi untuk belanja yang ke masyarakat," jelasnya.