Faisal Basri Ramal Ekonomi RI Baru Positif di Kuartal II-2021

Faisal Basri Ramal Ekonomi RI Baru Positif di Kuartal II-2021

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 26 Nov 2020 16:06 WIB
Faisal Basri Berbicara Mengenai Sektor Energi dan Industri

Pengamat Ekonomi, Faisal Basri melakukan bincang bersama wartawan perihal Holding BUMN Migas di Jakarta, Jumat (16/3/2018).


Selain berbicara mengenai Holding BUMN Migas Mantan Ketua Tim komite Tata Kelola Migas Faisal Basri berbicara mengenai isu isu di sektor energi dan industri. Grandyos Zafna/detikcom
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Ekonom senior Faisal Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di zona negatif hingga kuartal I-2021. Dia memprediksi ekonomi nasional baru berada di zona positif pada kuartal II tahun depan.

Hal itu menyusul kurang seriusnya pemerintah dalam menanggulangi pandemi COVID-19 yang terjadi di tanah air.

"Kita lihat akibat pandemi ini saya perkirakan ekonomi akan kontraksi relatif lebih lama dari negara peer. Jadi kita baru positif growth di kuartal II tahun depan," kata Faisal Basri dalam webinar proyeksi ekonomi Indonesia 2021, Kamis (26/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia memprediksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 minus 0,7% dan pada kuartal II tahun depan positif 1,4%.

"Most likely, mungkin angka saya tidak akan tepat tapi yang penting tren membaik tapi masih minus sampai kuartal I di -0,7%, mengingat virus akan mencapai puncak di Januari, kuartal II positif 1,4, sekali lagi vaksin belum jelas," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Faisal Basri menjelaskan pemerintah belum serius menanggapi COVID-19 dikarenakan jumlah kasus positif terus bertambah Bahkan, belum lama ini kasus baru terinfeksi COVID-19 kembali mencetak rekor dengan jumlah 5.345 orang.

Selanjutnya, dikatakan Faisal terlihat dari jumlah testing yang dilakukan pemerintah Indonesia. Menurut dia datanya baru sekitar 2.000 per 1 juta penduduk tanah air.

"Kita hanya lebih baik 12 negara Afrika, Myanmar, Bangladesh, yang per kapitanya lebih rendah, bahkan ada lower income yang testingnya justru lebih besar, contohnya Nepal 57.000, Indonesia baru 19.000, Filipina 50.000," katanya.

"Nah kasusnya masih tinggi sampai 500 ribu lebih kemarin rekor baru 5.345, kita belum mencapai puncak kurva, baru turun sedikit langsung naik lagi, ini buktikan pemerintah belum serius tangani COVID," tambahnya.


Hide Ads