Aktivis China Kecam Nike hingga Apple, Ada Apa?

Aktivis China Kecam Nike hingga Apple, Ada Apa?

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 04 Des 2020 22:16 WIB
NEW YORK, NY - FEBRUARY 27:  A detailed view of the Nike Air Yeezy 2
Ilustrasi/Foto: Getty Images
Jakarta -

Sebuah Undang-undang (UU) di Amerika Serikat yang dikenal sebagai aturan pencegahan kerja paksa kaum Uighur dikabarkan mendapat tekanan dari perusahaan multinasional termasuk Nike, Apple dan Coca-Cola. Hal itu berdasarkan sebuah laporan di New York Times.

Melansir CNBC, Jumat (4/12/2020), mengutip staf kongres dan catatan lobi yang tidak disebutkan namanya, New York Times pada hari Minggu melaporkan bahwa RUU tersebut yang dikenal sebagai Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur, mendapat tekanan dari perusahaan multinasional termasuk Nike, Apple dan Coca-Cola, serta kelompok bisnis termasuk Kamar Dagang AS.

Aktivis yang juga kartunis politik asal China, Badiucao mengecam Apple, Nike, dan perusahaan lain setelah sebuah laporan mengungkapkan perusahaan-perusahaan tersebut melobi untuk melemahkan RUU kerja paksa, yang mana UU tersebut melarang impor produk yang dibuat menggunakan kerja paksa di provinsi Xinjiang, China.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

UU itu dirancang untuk menindak dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas Muslim di ujung barat China. Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial pada tahun 2018 menuduh China menahan setidaknya 1 juta orang Uighur dan Turki di kamp-kamp, yang disebut kontra-ekstremisme yang terlibat dalam indoktrinasi politik dan budaya.

Dalam sebuah pernyataan kepada CNBC, Kedutaan Besar China di Amerika Serikat membantah telah menggunakan kerja paksa.

ADVERTISEMENT

"Beberapa politisi AS telah membuat disinformasi yang disebut 'kerja paksa' untuk membatasi dan menindas pihak dan perusahaan terkait di China serta menahan perkembangan China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.

"Praktik AS melanggar aturan perdagangan internasional dan prinsip ekonomi pasar, menghancurkan rantai industri dan rantai pasokan global, serta merusak kepentingan perusahaan dan konsumen di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat," kata pernyataan itu menambahkan.

Ditegaskan bahwa semua kelompok etnis di Xinjiang memilih pekerjaan mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan menandatangani kontrak kerja atas kemauan mereka sendiri sesuai dengan hukum atas dasar kesetaraan.

UU tersebut mendapat dukungan bipartisan di Capitol Hill, disahkan di DPR dengan suara 406 banding 3, tetapi pelobi dilaporkan berusaha untuk mempermudah persyaratannya, dengan alasan kekhawatiran bahwa mereka dapat mengganggu rantai pasokan di China.

Langsung klik halaman berikutnya.

Badiucao, yang pada September lalu dianugerahi Penghargaan Internasional Vaclav Havel, menggunakan 74.000 pengikutnya di Twitter untuk meluncurkan serangkaian gambar satir yang menargetkan Nike, Apple dan Coca-Cola atas dugaan upaya mereka untuk melemahkan UU tersebut.

Berbicara kepada CNBC melalui telepon dari Australia, Badiucao yang menggunakan nama samaran mengatakan dia berharap kampanye tersebut akan meningkatkan kesadaran akan penganiayaan terhadap orang Uighur dan mendorong konsumen untuk mempelajari lebih lanjut tentang merek yang mereka beli.

"Sangat mengecewakan melihat perusahaan-perusahaan besar itu mencoba memblokirnya dengan aksi lobi yang mereka lakukan. Saya pikir ini sangat tercela dan tidak dapat diterima," kata Badiucao.

"Pada akhirnya, pelanggan akan memutuskan reaksi perusahaan, karena mereka melakukan ini hanya untuk memenuhi keinginan kami, sehingga kekuatan masih ada di tangan konsumen," katanya.

Sementara itu, Nike dalam sebuah pernyataan kepada CNBC membantah melobi untuk perubahan pada Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur atau undang-undang kerja paksa lainnya. Mereka mengatakan pihaknya telah lama memprioritaskan diskusi konstruktif tentang masalah hak asasi manusia dengan anggota Kongres.

Perusahaan tersebut mengatakan tidak mengambil produk dari Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, dan pemasok kontraknya tidak membeli tekstil di sana. Coca-Cola mengatakan melarang semua jenis kerja paksa dalam rantai pasokannya dan menggunakan audit pihak ketiga yang independen untuk menegakkan pedomannya.

Sebuah fasilitas di Xinjiang yang memasok gula ke operasi pembotolan lokal berhasil menyelesaikan audit pada 2019. Coca-Cola menambahkan bahwa pihaknya tidak mengimpor barang dari fasilitas itu, yang disebut COFCO Tunhe, atau wilayah Xinjiang ke Amerika Serikat. Apple, yang juga menjadi sasaran kartunis Badiucao, tidak segera menanggapi permintaan komentar CNBC.


Hide Ads