Ganja memiliki pasar yang sangat besar. Tanaman yang baru saja dihapus dalam daftar obat terlarang Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ini punya pasar hingga ratusan triliun.
Riset Precedence Research seperti dikutip detikcom, Jumat (4/12/2020) mencatat pasar ganja legal senilai US$ 17,5 miliar atau setara Rp 246,75 triliun (kurs Rp 14.100) pada tahun 2019. Pasar ganja tersebut diperkirakan mencapai US$ 65,1 miliar atau setara Rp 917,91 triliun pada tahun 2027.
Tingkat pertumbuhan tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) pasar ganja sebesar 17,8% pada 2020 hingga 2027.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada sejumlah faktor yang mendorong pasar ganja. Ganja sendiri dianggap sebagai obat di beberapa budaya selama bertahun-tahun.
Saat ini terjadi peningkatan permintaan karena menjadi pilihan pasien yang menderita masalah medis seperti kejang dan nyeri kronis. Ganja juga digunakan untuk pengobatan gangguan mental, migrain, nyeri kronis, arthritis, kanker dan lain-lain.
Penerapan ganja untuk keperluan medis mendapat dorongan, sebab beberapa negara telah melegalkan ganja. Ganja medis digunakan untuk mengobati kondisi kronis termasuk radang sendi, kanker, dan keadaan neurologis seperti depresi, kecemasan, epilepsi, parkinson dan gangguan alzheimer. Cakupan yang begitu luas diperkirakan menjanjikan pertumbuhan pasar ganja medis.
Namun, legalisasi ganja ini ini bak dua sisi mata uang. Di satu banyak otoritas yang melihatnya sebagai kemungkinan penyalahgunaan. Di sisi lain, legalisasi memungkinkan individu untuk menggunakan zat yang tidak berbahaya, sekaligus mendapat keuntungan terapi.
Meksiko bakal jadi pasar ganja terbesar. Klik halaman berikutnya.