Sedikit berbeda dari Bhima, menurut Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, terlepas dari kontroversinya, program Kartu Prakerja tetap perlu dilanjut.
"Menurut saya program ini perlu dilanjut dengan menyesuaikan kurikulum bagi para calon penerima dan juga database calon penerimanya. Seharusnya kurikulum lebih variatif terhadap jenis pekerjaan. Sementara database, selain pendaftaran seharusnya calon penerima juga harus ada alternatif lain," kata Yusuf.
Yusuf menyarankan pemerintah memperluas syarat penerimaan program ini. Misalnya dengan membolehkan mereka yang tidak lagi membayar BPJS Ketenagakerjaan-nya untuk mendaftar program ini. Sebab, bisa saja ia tak membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan-nya karena kena PHK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti misalnya para pekerja yang berhenti membayar iuran BPJS. Ada indikasi kelompok ini merupakan pekerja yang terkena PHK. Dan justru ini kelompok yang paling membutuhkan bantuan kartu pra-kerja. Jadi kombinasi penerima kartu pra-kerja, ialah yang mendaftar dan database yang dibentuk oleh pemerintah sendiri," paparnya.
Demikian pula dengan program bansos lainnya, kata Yusuf semua masih perlu dilanjut. Namun, ada yang perlu dievaluasi.
"Untuk program bansos saya melihat sebenarnya tahun depan masih perlu dilanjutkan di hampir semua program. Apalagi tahun depan masih merupakan tahun konsolidasi dimana kondisi masyarakat belum sepenuhnya kembali seperti sebelum pandemi terjadi. Belum lagi jika bicara konteks kemiskinan, bansos diperlukan untuk menekan laju angka kemiskinan. Jadi bukan dihapuskan namun dievaluasi," tuturnya.
Adapun bansos yang harus dievaluasi adalah bansos sembako hingga bantuan sosial tunai.
"Bentuk evaluasi tentu melalui bentuk penyaluran hingga pembaharuan data calon penerima," timpalnya.
Simak Video "180 Ribu Orang Kena Blacklist karena 'Anggurin' Kartu Prakerja"
[Gambas:Video 20detik]
(eds/eds)