Kontraktor Lokal Perlu Lebih Banyak Dilibatkan di Proyek Infrastruktur

Kontraktor Lokal Perlu Lebih Banyak Dilibatkan di Proyek Infrastruktur

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 15 Des 2020 12:34 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendorong pengusaha swasta untuk dapat aktif menggarap berbagai proyek infrastruktur di sejumlah daerah yang juga merupakan fokus dari pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Ketua Bidang Perhubungan dan BUMN Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Arya Kuntadi mengatakan bahwa selama ini pembangunan proyek-proyek pemerintah, khususnya infrastruktur, tidak banyak dilibatkan ke para pengusaha nasional, karena semua digarap BUMN, anak perusahaan BUMN, dan cucu perusahaan BUMN.

"Itu pula yang menjadi salah satu penyebab masifnya pembangunan infrastruktur tidak terlalu berdampak pada konsumsi domestik di sektor swasta," ujar Arya, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, (14/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, menurutnya, hal tersebut dapat dipahami, mengingat dalam lima tahun terakhir pemerintah menggunakan BUMN sebagai lokomotif untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Namun, ke depan, pemerintah tidak bisa lagi hanya bergantung pada BUMN untuk membangun infrastruktur.

"Perlu ada pelibatan dengan swasta. Proyek infrstruktur tidak bisa semuanya dicover lewat BUMN. Sebab, proyeknya semakin banyak, sedangkan kapasitas keuangan, operasional, dan sumber daya manusia (SDM) pasti terbatas. Kolaborasi dan sinergi harus diciptakan," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Jadi, Lanjut Arya, proyek perlu didistribusikan ke swasta. Sudah saatnya swasta sebagai pelaku pembangunan infrastruktur nasional, apalagi kini swasta memiliki kemampuan tersebut.

"Proyek infrastruktur di daerah secara finansial tidak menguntungkan, tetapi harus dibangun, karena bisa menggerakkan ekonomi daerah. Sedangkan proyek yang secara finansial, swasta perlu diberi kesempatan lebih dulu," ungkapnya.

Ia sepakat bahwa para pengusaha muda harus tetap profesional dengan menjunjung tinggi tata kelola, sehingga proyek-proyek yang digarapnya tidak menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Selain itu, kata Arya, para pengusaha nasional perlu menggandeng pengusaha daerah, dengan tujuan transfer pengetahuan dan transfer teknologi.

"Transfer knowledge dan transfer teknologi itu penting untuk kemandirian, pengembangan, dan penguasaan mereka ke depan. Saya optimis, Indonesia akan memiliki para pengusaha hebat, yang bukan saja menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi juga bisa go international dan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan global," tuturnya.

Menurutnya, semua terbuka luas, tinggal pengusaha muda harus berdaya saing, kreatif, inovatif, dan tahan banting. Soal kesiapan pengusaha muda, mereka memiliki modal kreativitas. Sudah banyak pengusaha muda yang muncul melalui ide bisnis yang lebih kreatif dengan mendirikan perusahaan rintisan atau start-up.

Selain itu, Arya berharap, dalam menggarap proyek infrastruktur, jangan lagi melibatkan kontraktor asing untuk masuk ke dalam proyek strategis. Jika kontraktor asal China seperti Qingjian International (South Pacific) Group Development (CNQC) saja bisa pailit, maka peran kontraktor Indonesia atau swasta di bisnis konstruksi harus semakin besar.

"Buktinya saja kontraktor asing bisa pailit. Padahal, swasta masih bisa meraup kontrak baik dari infrastruktur maupun proyek gedung di tengah dominasi kontraktor-kontraktor BUMN," imbuhnya.

Arya mengimbau, untuk tidak terlalu percaya dengan kontraktor asing karena salah satu contohnya bisa pailit. Diharapkan, prospek bisnis konstruksi masih akan cerah karena pembangunan infrastruktur masih berlanjut sementara proyek-proyek gedung juga mulai menggeliat. Dengan kemampuan swasta miliki terutama dengan kelebihan di sisi pondasi, perusahaan swasta bisa berperan di proyek-proyek infrastruktur.

"Ini saatnya mendorong kontraktor nasional dalam negeri untuk bisa diberikan ruang kontribusinya," tegasnya.

Sekedar diketahui, permasalahan awal CNQC asal China itu pailit terjadi saat emiten jasa konstruksi PT Mitra Pemuda Tbk (MTRA) bersama Qingjiang International (South Pacific) Group Development Co. Pte. LTd membentuk usaha patungan yaitu CNQC-MTRA JO (joint operation) untuk mengerjakan pembangunan gedung di Bekasi yang dimiliki PT Logos Indonesia Bekasi One. Sebagai kontraktor utama, CNQC-MTRA JO mensubkon-kan pekerjaan Mechanical Electric and Plumbing (MEP) kepada PT Grama Bazita sesuai rekomendasi PT Logos Indonesia Bekasi One.

CNQC-MTRA JO pun merugi atas keterlambatan yang mencapai Rp 75,06 miliar per 15 Aprill 2020. PT Grama Bazita, salah satu sub kontraktor proyek Logos Bekasi One mengajukan Permohonan PKPU atas CNQC-MTRA JO, PT Mitra Pemuda Tbk., dan Qingjian International (South Pacific) Group Development Co. Pte. Ltd. atas tagihan yang belum dibayarkan.

CNQC diputuskan pailit oleh Majelis Hakim Niaga Pengadilan Negeri Niaga Pusat sesuai dengan putusan no 161/Pdt.Sus-PKPU/2020/Pn.Niaga.Jkt.Pst tanggal 9 November 2020.

(dna/dna)

Hide Ads