Salah satu masalah yang timbul akibat kebijakan ini adalah pembatalan paket perjalanan, konsumen pun meminta refund uang tiket pesawatnya.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan jumlah refund tiket mencapai Rp 317 miliar. Hal itu diketahui dari data milik para online travel agent.
"Lalu teman-teman OTA yang olah big datanya saya tanya juga. Berapa sih transaksinya yang terdampak (karena PCR) ini? Data sampai semalam Rp 317 miliar," jelas Hariyadi, dalam sebuah webinar, Rabu (16/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hariyadi juga mengaku pihaknya tak henti-hentinya mendapatkan komplain dan keluhan soal syarat wajib PCR. Ujungnya, dia mendapatkan kabar banyak pelancong yang mau terbang ke Bali melakukan pembatalan pesanan tiket.
Dia mengungkapkan ada 133 ribu tiket uang diminta untuk refund alias dikembalikan uangnya karena pembatalan terbang. Jumlah ini menurutnya sangat jauh dari kondisi refund pada saat normal.
"Dari kemarin ini kami disibukkan oleh komplain masyarakat yang mau berkunjung ke Bali, tahu-tahu ada permintaan PCR. Memang agak mengkhawatirkan. Data yang kita olah sampai semalam terjadi permintaan refund dari pembeli tiket sampai 133 ribu pack, ini meningkat dari kondisi normal," ungkap Hariyadi.
Kebijakan wajib PCR dan rapid antigen ini pun mendapat kritik dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita). Sebab, kebijakan itu dinilai membebani masyarakat yang akan berkunjung ke Pulau Dewata, apalagi melihat biaya PCR yang harganya mahal.
"Biaya PCR kan tidak murah ya, pasti mahal. Nah, ini pasti akan membebani masyarakat yang akan melakukan perjalanan wisata ke Bali," kata Wakil Ketua Asita Budijanto Ardijansjah saat dihubungi detikcom, kemarin.
Bahkan menurutnya bisa-bisa biaya tes PCR lebih mahal ketimbang tiket pesawatnya. Untuk itu pihaknya menyayangkan ke Bali wajib tes PCR.
Tak hanya itu, ke Bali wajib PCR juga merepotkan karena hasil tes usap atau swab yang disertakan setidak-tidaknya H-2 sebelum keberangkatan.
Mengingat ke Bali wajib PCR dengan syarat hasilnya keluar paling tidak H-2, jadi menurutnya para pelancong yang hendak ke ke sana harus menjadwalkan diri dengan cermat, dan tentu itu dianggap merepotkan.
"Nah PCR ini bagaimana caranya 2 hari, ya kan berarti orang harus dihitung dan artinya orang harus meluangkan waktu lagi, sebelum berangkat itu mereka harus mengatur jadwal swab mereka dan sebagainya, itu cukup merepotkan sebenarnya," tambahnya.
(zlf/zlf)