Di sisi lain, ia mencatat pengunjung restoran juga secara perlahan kembali tumbuh sejak Oktober hingga saat ini. Meski masih sangat tipis, namun sudah terlihat pemulihan sedikit demi sedikit.
"Dari mulai Oktober akhir, November juga mulai 3-5%. Ada yang 5%, ada yang masih 3%. Ada yg masih negatif. Ada yang masih nggak ada perubahan, ada yang masih tutup. Tapi yang pulih itu baru sedikit," imbuh Emil.
Kembali ke Hariyadi, menurutnya selain faktor pandemi yang menantang, selera juga jadi kunci penting terutama untuk bisnis franchise restoran asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang sangat menentukan itu adalah selera. Nah seleranya cocok apa nggak. Masuk atau nggak di lidah orang Indonesia? Selama seleranya masuk itu bisa," tutur Hariyadi.
Jika pebisnis sudah memilik keputusan membuka franchise restoran asing di Indonesia, maka risiko besarnya akan ditanggung oleh pebisnis itu, bukan pusat.
"Yang franchising-nya yang ambil risiko. Dia kan hanya jual lisensi saja. Yang mengambil risiko ya orang Indonesianya yang mengambil lisensi dia," pungkas Hariyadi.
(fdl/fdl)