Amazon mengecam Walmart karena belum juga mampu membayar pekerjanya minimal US$ 15 per jam. Kecaman itu dilayangkan, usai Amazon menggali gaji pekerja Walmart.
Dalam analisis terhadap 68 negara tempat Amazon membuka gudangnya terungkap bahwa upah rata-rata pekerja meningkat lima tahun setelah raksasa e-commerce ada di daerah tersebut. Namun, dari semua yang diteliti, tidak ada yang mengeksplorasi upah Walmart di sana, padahal Walmart termasuk pengecer terbesar di AS.
"Mempekerjakan lebih banyak, dengan membayar lebih sedikit, tidak akan berhasil. Banyak dari karyawan kami bergabung dengan Amazon berasal dari pekerjaan lain di ritel yang cenderung sebagian besar merupakan pekerjaan paruh waktu, pekerjaan dengan manfaat yang berkurang secara substansial, kurang dari upah minimum US$ 15 kami," kata Amazon dalam sebuah pernyataan dikutip dari Business Insider, Sabtu (19/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para karyawan ini melihat peningkatan besar dalam gaji per jam, total gaji yang dibawa pulang, dan manfaat keseluruhan dibandingkan dengan pekerjaan mereka sebelumnya. Yang mengejutkan kami adalah bahwa kami menjadi fokus dari cerita seperti ini ketika beberapa perusahaan terbesar di negara itu, termasuk pengecer terbesar, belum bergabung dengan kami dalam menaikkan upah minimum menjadi US$ 15," tambahnya.
Untuk diketahui, kedua raksasa ritel ini kerap kali saling sindir karena persaingan dalam mendapatkan pekerja. Untuk itu, Amazon dengan cepat langsung menaikkan upah minimumnya menjadi US$ 15 per jam pada 2018 setelah dikritik oleh para pendukung tenaga kerja, termasuk Senator Bernie Sanders.
Walmart pun mengikuti aksi serupa, menaikkan upah minimum per jam menjadi US$ 11 dari US$ 9 pada 2018, dan khusus untuk pekerja penuh waktu rata-rata mendapatkan US$ 14,26 per jam.
Amazon berhasil melipatgandakan keuntungannya menjadi US$ 6,33 miliar tahun ini karena pandemi COVID-19 mendorong ledakan e-commerce. Kekayaan bersih sang CEO Jeff Bezos bahkan bertambah lebih dari US$ 70 miliar, menurut laporan dari Institute for Policy Studies.
Perusahaan itu kemudian menaikkan gaji pekerja gudang sebesar US$ 2 per jam sebagai upah bahaya. Namun, manfaat itu diakhiri Amazon pada bulan Juni meskipun kasus COVID-19 dan rawat inap terus mencapai rekor tertingginya musim dingin ini.
(ara/ara)