Pandemi COVID-19 yang terjadi di dunia termasuk di Indonesia turut mempengaruhi roda perekonomian. Hal ini juga berdampak ke perusahaan tempat buruh bekerja.
Ketua Umum Federasi serikat buruh persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi mengungkapkan hal ini dijadikan alasan oleh perusahaan dan para pengusaha untuk melakukan efisiensi.
"Hal ini berujung pada semakin maraknya PHK massal terhadap kaum buruh di Indonesia. Dari data Kemenaker hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena PHK maupun dirumahkan mencapai 3,5 juta," kata dia dalam konferensi pers, Sabtu (19/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut berdasarkan data penelitian Marsinah FM terhadap buruh di Jabodetabek, Karawang dan Jawa Tengah 28,8% buruh dirumahkan dan sebanyak 65,85% diantaranya tidak diupah sama sekali selama dirumahkan.
Tindakan merumahkan buruh, merupakan tindakan mencampakkan buruh setelah sekian lama memberi laba bagi kantong pengusaha.
Menurut dian maraknya PHK massal ini tak lepas dari dipermudahnya proses PHK tersebut oleh Menteri Tenaga Kerja dengan diterbitkannya surat 3-Menaker nomor M/3/HK.04/III/2020 tahun 2020 tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19.
"Alih-alih melindungi tenaga kerja, surat edaran ini justru memberikan lampu hijau bagi pengusaha untuk mempermudah buruh dirumahkan, di-PHK semena-mena," jelas dia.
Meskipun para pengusaha sudah mendapatkan stimulus fiskal tidak lantas membuat perusahaan tergerak melindungi buruh pada situasi sulit. Padahal di tengah pandemi, buruh tidak hanya butuh sekadar kenyang, tapi juga nutrisi yang cukup supaya terhindar dari COVID-19.
Dia menyebut pandemi ini juga seolah menjadi pembenaran untuk tidak menaikkan upah buruh. Kebijakan Kemenaker dengan menyerahkan penentuan upah pada perundingan antara buruh dan pengusaha, sesungguhnya merupakan tindakan melepas tanggung jawab negara.
"Dengan bersembunyi di balik kalimat 'kesepakatan antara buruh dan pengusaha' yang seolah demokratis, sebenarnya merupakan strategi licik yang bersembunyi di balik alasan menurunnya permintaan pasar," jelas dia.
Menurut Dian permintaan pasar selama pandemi tak serta merta membuat kas perusahaan kosong. Tidak cukup sampai di situ surat edaran Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang penetapan upah minimum tahun 2021 pada masa pandemi COVID-19, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah menyerukan kepada Gubernur untuk tidak menaikkan upah pada 2021 dengan alasan untuk pemulihan kondisi ekonomi akibat pandemi.
Walaupun bersifat imbauan kebijakan ini disebut menjadi landasan bagi gubernur untuk tidak menaikkan atau memberi kenaikan dalam nominal yang kecil. Akibatnya kenaikkan upah buruh semakin terjun bebas dibanding tahun sebelumnya.
(kil/fdl)