Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran COVID-19 dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 10 April lalu.
Pembatasan ini berdampak sangat besar terhadap roda perekonomian Jakarta. Terutama untuk sektor yang bukan bergerak di dalam penyediaan kebutuhan dasar publik.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan impact yang cukup besar ini juga terasa ke semua sektor. Mulai dari perkantoran yang tidak esensial wajib diliburkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima menyebut yang sangat terasa adalah di sektor informal seperti driver ojek online.
PSBB kala itu juga membuat banyak pengusaha bangkrut, toko-toko tutup, hingga jutaan orang di-PHK. Jelas ini menjadi pukulan besar bagi sektor ekonomi.
PSBB ini sempat dilonggarkan dan masuk masa PSBB transisi. Sampai-sampai para Menteri menyentil kebijakan Anies ini. Misalnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan jika penyebaran COVID-19 di DKI Jakarta karena adanya penularan pada transportasi umum, setelah ganjil genap dicabut oleh Anies.
"DKI sebetulnya melakukan PSBB penuh, transisi, dan ini mau dilakukan penuh kembali. Karena sebagian besar dari yang terpapar dari data yang ada, 62% (pasien positif Corona) di RS Kemayoran basisnya akibat transportasi umum. Sehingga beberapa hal yang perlu dievaluasi terkait dengan ganjil-genap. Ini sudah sampaikan ke Gubernur DKI," tutur Airlangga dari pemberitaan detikcom (10/9).
Kemudian Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku khawatir dengan adanya PSBB ini. Ia menyebut industri manufaktur akan kembali tertekan.
"Yang kembali menerapkan PSBB ketat kami melihat industri yang sudah menggeliat ini, kami khawatir mendapat tekanan," kata Agus Gumiwang.
Ia menuturkan, PSBB Jakarta ini akan sangat banyak memberi dampak pada industri manufaktur. "DKI kembali akan menerapkan PSBB ketat. Ini tentu sedikit banyak akan kembali mempengaruhi kinerja industri manufaktur yang ada di Indonesia," jelas dia.
Pemprov DKI masih belum mencabut status PSBB. Meski sejak beberapa waktu lalu, PSBB tak seketat penerapan pada awal-awal masa Corona masuk Indonesia.
Terbaru, PSBB masa transisi diperpanjang hingga 3 Januari 2020. Tujuannya agar mengendalikan lonjakan kasus dengan mengantisipasi mobilitas warga yang tinggi menjelang libur natal dan tahun baru.
Perpanjangan ini berdampak pada operasional mal. Mal di wilayah Jakarta beroperasi sampai pukul 20.00 WIB dan hingga pukul 21.00 WIB.
Menteri Koordinator Bidan Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan jika ada pembatasan jam operasional mal, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk Jabodetabek.
Sementara itu, untuk zona merah di wilayah Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), mal, restoran, dan tempat hiburan lainnya hanya diperbolehkan beroperasi hingga pukul 20.00.
"Pukul 20.00 untuk zona merah di Jabar, Jateng, dan Jatim," ujar Luhut.
Luhut menegaskan, pengetatan ini bukanlah PSBB darurat. Hanya saja, pengetatan ini merupakan upaya pemerintah menekan kasus baru virus Corona (COVID-19), terutama menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Kita bukan menerapkan PSBB, tapi akan menerapkan kebijakan pengetatan yang terukur dan terkendali, supaya penambahan kasus dan kematian bisa terkendali dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," jelas dia.
Pengusaha Menjerit
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengungkapkan mal bisa kehilangan momentum tahun baru karena hanya bisa beroperasi hingga pukul 19.00 - 20.00.
Menurutnya, justru di sekitar pukul 19.00-20.00 merupakan waktu-waktu emas bagi toko-toko di mal. Apalagi di musim liburan tahun baru, banyak orang berkunjung ke mal justru pada jam-jam tersebut.
"Jam-jam itu adalah jamnya daya tarik orang ke mal dan mendatangkan omzet. Kan biasanya yang mau makan malam di luar jam segitu pergi ke malnya, nanti habis itu dia jalan-jalan ke toko-toko terus belanja," ujar Budihardjo
(kil/zlf)