Memasuki akhir 2020, tepatnya pada 6 Desember 2020 lalu, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bantuan sosial (Bansos) Corona. Setelah ditangkap KPK, Juliari menyerahkan diri pada pukul 02.50 WIB dini hari, juga pada hari yang sama itu.
Juliari yang datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu dilaporkan menerima suap sebesar Rp 17 miliar dari penunjukan rekanan pengadaan sembako Bansos sembako untuk warga Jabodetabek. Bansos itu sendiri nilainya Rp 600.000 per bulan, yang dibagikan dalam dua paket senilai Rp 300.000 per dua minggu.
Dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, pada 6 Desember lalu itu, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, uang itu diduga berasal dari kesepakatan fee penunjukan rekanan pengadaan bansos COVID-19 tersebut. Firli mengatakan, ada 3 vendor yang ditunjuk oleh Kemensos untuk menyediakan bantuan Corona, salah satu milik anak buah Menteri Sosial Juliari Batubara, yakni Matheus Joko Santoso. Matheus Joko Santoso adalah PPK pengadaan Bansos Corona yang ditunjuk langsung oleh Juliari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses hukum kasus korupsi Bansos Corona itu, berbagai fakta dan juga 'kabar burung' terus datang. Untuk fakta misalnya, pemerintah memutuskan mengalihkan sepenuhnya Bansos sembako itu ke bantuan sosial tunai (BST) di tahun 2021. Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, keputusan itu sudah sejak lama direncanakan, sehingga bukan disebabkan oleh kasus korupsi tersebut.
Kemudian, kasus itu juga sempat dikaitkan dengan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming dan juga PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terkait pengadaan tas yang digunakan untuk mengemas sembako dalam program Bansos itu.
Selengkapnya, simak perjalanan kasus korupsi Bansos sembako yang menimpa Menteri Sosial Juliari Batubara:
1. 'Tilap' Ceban dari tiap Paket Bansos Sembako
Uang suap program Bansos sembako untuk warga Jabodetabek yang diterima Juliari berasal dari potongan atau jatah untuk dirinya Rp 10.000 untuk setiap paket Bansos Rp 300.000 per 2 minggu.
Kemensos sendiri mengadakan paket sembako senilai Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dalam 2 periode. Proyek itu dijalankan oleh MJS dan Adi Wahyono alias AW sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Saudara JPB selaku Menteri Sosial MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS," kata Firli.
"Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bantuan sosial," sambungnya.
Namun, menurut AW tak semua potongan Rp 10.000 itu diberikan kepada Juliari. Selain itu, menurut pengakuannya potongan itu tak wajib dilakukan di semua paket.
"Nggak, tidak semua kasih, tidak semua kasih itu, nggak semua lah," kata AW di gedung KPK.
Bansos sembako Rp 300.000 yang 'disunat' itu diketahui berisi 10 bahan pangan. Isinya yakni beras sebanyak 10 kilogram (kg), biskuit, minyak goreng, susu, ikan kalengan, dan mie instan. Salah satu sumber detikcom yang menerima bansos tersebut menambahkan, terdapat juga kecap, saus, sabun, dan teh.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos), Hartono Laras pernah mengatakan nilai dari masing-masing paket sembako seharga Rp 300.000. Lebih rinci dijelaskan, bahan pangan senilai Rp 270.000 dan biaya distribusi serta goodie bag Rp 30.000.
"Untuk isi bahan pangan dalam satu paket BSS (bantuan sosial sembako) senilai Rp 270.000. Kemudian untuk harga goodie bag dan transporter senilai Rp 30.000. Ya kan paket sembako ini perlu dikemas supaya mudah didistribusikan. Kemudian untuk transportasi ini juga timbul biaya. Jadi dipastikan biaya untuk satu paket BSS adalah Rp 300.000," jelasnya pada 29 Oktober 2020 lalu.
2. Sumber Dana Bansos Pemerintah yang Dikorupsi
Dalam penanganan pandemi Corona, pemerintah mengalokasikan anggaran pemulihan nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun. Anggaran tersebut tersebar ke enam klaster yang salah satunya program perlindungan sosial. Program ini mendapat alokasi anggaran Rp 204,9 triliun untuk tahun 2020. Sebagian dari anggaran tersebut, yaitu sebesar Rp 127,2 triliun merupakan anggaran Kemensos.
Staf Khusus Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan anggaran jumbo tersebut seluruhnya berasal dari APBN. Sementara peruntukan program perlindungan sosial ada yang berasal dari APBN dan APBD.
"Bansos ada yang dari APBN, ada yang APBD, untuk APBN (Rp 204 Triliun) betul," kata Prastowo saat dihubungi detikcom, Minggu (6/12/2020).
Dari total anggaran Rp 204,9 triliun, Kementerian Sosial menjalankan enam program bantuan sosial (bansos). Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH) anggarannya sebesar Rp 36,713 triliun. Kedua, Program Kartu Sembako anggarannya sebesar Rp 42,59 triliun.
Ketiga, Program Sembako Jabodetabek anggarannya sebesar Rp 6,49 triliun. Keempat, Program Bansos Tunai Non Jabodetabek anggarannya sebesar Rp 32,4 triliun Kelima, Program Beras yang ditujukan kepada penerima PKH dan keenam program beras untuk penerima program kartu sembako yang masing-masing anggarannya sebesar Rp 4,5 triliun.
Bansos sembako disetop. Langsung klik halaman berikutnya