Belanja Perpajakan Pemerintah Capai Rp 257 T di 2019, Buat Apa Saja?

Belanja Perpajakan Pemerintah Capai Rp 257 T di 2019, Buat Apa Saja?

Hendra Kusuma - detikFinance
Jumat, 01 Jan 2021 12:00 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengumumkan anggaran belanja perpajakan sebesar Rp 257,2 triliun di tahun 2019. Besaran anggaran ini tertuang dalam publikasi laporan belanja perpajakan.

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan, laporan ini berisi estimasi atas jumlah dukungan pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada masyarakat dan dunia usaha di tahun 2019.

"Publikasi tahun ini merupakan wujud kontinuitas transparansi fiskal serta akuntabilitas pemerintah kepada publik terkait kebijakan insentif perpajakan," kata Febrio dalam keterang resminya yang dikutip detikcom, Jakarta, Jumat (1/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Febrio mengatakan, pemerintah terus berupaya menyempurnakan penyusunan laporan belanja perpajakan. Beberapa bentuk penyempurnaan yang dilakukan pada edisi tahun 2019 ini adalah penambahan bab terkait pemberian insentif perpajakan di luar koridor belanja perpajakan untuk menunjukkan bahwa masih banyak fasilitas lain yang diberikan pemerintah sebagai bentuk dukungan menyeluruh terhadap perekonomian.

Penyempurnaan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas transparansi pelaporan dan terus mengadopsi praktek-praktek terbaik (best-practices) di dunia. Pada tahun 2020, dalam upaya pemulihan ekonomi nasional, pemerintah melakukan kebijakan realokasi belanja maupun insentif perpajakan, baik dalam bidang kesehatan maupun perekonomian secara umum, untuk menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan dunia usaha terutama UMKM.

ADVERTISEMENT

Dengan meningkatnya intensitas pemberian insentif perpajakan, dikatakan Febrio maka semakin menegaskan perlunya akuntabilitas terhadap pelaporan dan pengawasannya, untuk memberikan gambaran kemampuan riil pemerintah dalam menghimpun penerimaan negara.

Keseluruhan nilai belanja perpajakan yang diberikan pada tahun 2020 tersebut akan dilaporkan secara lengkap dalam Laporan Belanja Perpajakan Tahun 2020, yang akan diterbitkan di tahun 2021 nanti.

Tax expenditure atau belanja perpajakan secara umum adalah potensi penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan dalam suatu tahun tertentu sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan perpajakan umum (benchmark tax system).

Ketentuan khusus tersebut antara lain dalam bentuk pajak tidak terutang, pajak dibebaskan, pengurangan tarif pajak, dan sebagainya yang berpotensi mengurangi penerimaan negara (revenue forgone). Nilai belanja perpajakan tahun 2019 diestimasi mencapai Rp 257,2 triliun, atau sekitar 1,62% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 14,24% dari nilai belanja perpajakan tahun 2018 sebesar Rp 225,2 triliun, atau sekitar 1,52% dari PDB.

Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada tahun 2019 berasal dari PPN dan PPnBM yaitu sebesar Rp166,9 triliun atau 64,9% dari total estimasi belanja perpajakan.

Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil. Sedangkan berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha sekitat 50,9% dan rumah tangga sekitar 49,1%.

Belanja perpajakan juga diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan fungsi. Berdasarkan tujuannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM adalah peruntukan terbesar belanja perpajakan 2019 dengan nilai masing-masing sebesar Rp 142,4 triliun dan Rp 64,7 triliun.

"Nilai yang cukup besar untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa pengecualian barang kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan dari pajak (PPN dan PPnBM)," jelasnya.

Berdasarkan fungsi, belanja perpajakan tahun 2019 paling besar ditujukan untuk fungsi ekonomi, yaitu sebesar Rp152,1 triliun atau sekitar 59,1% dari total belanja perpajakan disusul dengan pelayanan umum dan perlindungan sosial sekitar 12,9% dan 11,6% serta fungsi kesehatan dan pendidikan sekitar 8,3% dan 5,7%. Hal ini mengafirmasi besarnya dukungan pemerintah untuk bidang-bidang prioritas ini, sebagai tambahan atas sisi alokasi belanja negara yang besar untuk fungsiAPBN ini.

Konsistensi dan peningkatan kualitas publikasi laporan belanja perpajakan merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal di bidang perpajakan. Sejalan dengan reformasi perpajakan yang terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja penerimaan perpajakan, evaluasi efektivitas kebijakan belanja perpajakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.

Publikasi laporan belanja perpajakan diharapkan dapat melengkapi informasi yang diperlukan dalam proses evaluasi, baik yang dilakukan oleh internal pemerintah maupun pihak eksternal baik dari akademisi maupun masyarakat luas.

"Saya mengharapkan laporan ini dapat terus dimanfaatkan secara luas oleh berbagai pihak untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan. Dengan memahami laporan ini, masyarakat luas dan dunia usaha dapat turut serta mengawasi pemanfaatan dari berbagai insentif perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.


Hide Ads