Harga Kedelai Bakal Naik Terus Sampai Mei, Gimana Nasib Tahu Tempe?

Harga Kedelai Bakal Naik Terus Sampai Mei, Gimana Nasib Tahu Tempe?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 12 Jan 2021 07:00 WIB
Seorang perajin tempe di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan, Senin (26/8/2013) terlihat masih beraktifitas seperti biasa meski harga kedelai impor melonjak sangat tinggi. Harga kedelai import naik ke level tertinggi sejak Juni 2013 lalu. Sekitar hampir 90 persen kedelai kita yang digunakan untuk produksi tempe dan tahu adalah import. Para pengrajin tempe tahu menjerit dan bahkan hampir tak berproduksi. File/detikFoto.
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Harga kedelai yang diimpor melonjak ke level Rp 9.300-9.800 per kilogram (Kg), dari sebelumnya hanya di kisaran Rp 6.100-6.500/Kg. Kenaikan itu pun turut mengerek harga tahu dan tempe.

Menurut Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga tahu dan tempe di level perajin/produsen naik 10-20%. Dari semula rata-rata Rp 2.500-3.000 per potong, atau Rp 11.000/Kg di tingkat perajin tahu dan tempe, naik menjadi Rp 3.500-4.000 per potong atau Rp 14.000-15.000/Kg.

Namun ternyata, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, harga kedelai diprediksi masih akan terus naik sampai Mei 2021.

"Kedelai ini harganya akan menguat terus mungkin sampai akhir Mei 2021. Karena memang hasil daripada crop di tahun 2021 ini dinyatakan baik, dan Brasil akan kembali pada produksi mungkin lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Jadi kami melihat bahwa harga ini akan menguat terus sampai dengan akhir Mei," ungkap Lutfi dalam konferensi pers virtual, Senin (11/1/2021).

Kenaikan harga kedelai sendiri disebabkan oleh persoalan ketersediaan dan permintaan. Khususnya ketersediaan, ada gangguan produksi di negara-negara produsen.Oleh sebab itu, Lutfi memprediksi harga kedelai akan kembali normal secara perlahan mulai Juni 2021, yang diiringi dengan peningkatan kapasitas produksi dunia.

Sebelum itu, ia memastikan pihaknya akan tetap memantau pergerakan harga kedelai, sehingga dapat menginformasikan berapa perkembangan harga tahu dan tempe yang wajar untuk dijual ke pasar.

"Mudah-mudahan Juni sudah mulai membaik. Dan selama harga, landed cost daripada kedelai masih di atas Rp 8.000/Kg, kami akan menjadi penengah antara perajin dan pasar untuk memberitahukan berapa harga tahu dan tempe yang wajar," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu dilakukan agar pasar bisa memahami bahwa kenaikan harga tahu dan tempe itu masih akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

"Mungkin tiap akhir bulan kami akan hitung berapa harga wajar tahu tempe supaya pasar bisa mengerti jika bulan depan harga akan naik Rp 100 misalnya untuk kedelai, harga tahu tempe tidak naik lebih dari Rp 100-200. Ini yang kami hitung, namanya burden sharing. Jadi importir tetap memastikan barang ada, perajin dipastikan tetap membuat, dan saya informasikan ke pasar karena memang harga tinggi ini akan terjadi. Namun sekali lagi, saat harga turun di bawah Rp 8.000/kg maka Kemendag mempersilakan kekuatan supply demand menjadi mekanisme pasar," imbuhnya.

Cetak Rekor Dalam 6 Tahun

Lutfi mengatakan, kondisi harga kedelai saat ini menunjukkan angka yang paling tinggi atau mencetak rekor dalam 6 tahun terakhir.

"Jadi bapak dan ibu, sekarang ini harga kedelai itu US$ 13 per rumpumnya, dan ini adalah harga tertinggi dalam 6 tahun terakhir," ungkap Lutfi.

Ia mengatakan, penyebab utamanya ialah tingginya permintaan kedelai di pasar global di saat kapasitas produksi menurun. Negara-negara Amerika Latin yang merupakan salah satu produsen terbesar kedelai mengalami gangguan cuaca, ditambah lagi aksi mogok kerja di sektor distribusi dan logistik.

"Ada gangguan cuaca La Nina di Latin Amerika yang menyebabkan basah di Brazil dan Argentina, yang kedua diperparah dengan Argentina yang mengalami aksi mogok. Jadi kalau kemarin itu mogoknya di sektor distribusi, sekarang ini mogoknya di pelabuhan. Jadi yang satu berhenti yang satu mulai. Yang satu mulai, yang satu berhenti. Jadi ini menjadi gangguan tersendiri, sedangkan di Argentina itu dibawa pakai kapal melewati sungai dan keluar di Brasil untuk pengapalan," ujar dia.

Selain itu juga, kenaikan harga terjadi karena tingginya permintaan dari China untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak babi dari kedelai tersebut.

"Jadi dari 15 juta biasanya permintaan disana naik menjadi 28 juta permintaan. Ini menyebabkan harga yang tinggi," sambung Lutfi.

Meski permintaan tinggi, ia memastikan pasokan kedelai di Indonesia aman untuk 3-4 bulan ke depan. Sayangnya, ketersediaan itu memang harus diiringi dengan kenaikan harga.

"Jadi bapak dan ibu Ini adalah suatu keniscayaan yang memang harus kita pahami karena Indonesia tidak mempunyai kacang kedelai yang cukup, karena 90% adalah impor. Kita harus bisa mengerti kenaikan harga tersebut," tutup Lutfi.


Hide Ads