Harga kedelai impor melonjak drastis di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Berdasarkan data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai normalnya di kisaran Rp 6.100-6.500 per kilogram (kg) per Maret-April 2020 lalu. Kini, harganya naik menjadi sekitar Rp 9.300-9.800/kg.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan harga kedelai yang ada saat ini mencetak rekor dalam enam tahun terakhir. Ia memaparkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga kedelai impor naik drastis selama pandemi Corona.
"Sekarang ini harga kedelai itu US$ 13 per rumpunnya dan ini adalah harga tertinggi dalam enam tahun terakhir. Kenapa? Karena yang pertama adalah gangguan cuaca La Nina di Latin Amerika yang menyebabkan basah di Brasil dan Argentina," jelas Lutfi dalam konferensi pers virtual, Senin (11/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, aksi mogok pekerja logistik dan distribusi di Argentina sebagai produsen kedelai menghambat proses pengiriman.
"Ini menjadi gangguan tersendiri dari Argentina sedangkan di Argentina itu dibawa pakai kapal melewati sungai dan keluar di Brasil untuk pengapalan. Jadi bapak-ibu, inilah permasalahan daripada logistik dan supply," jelas Lutfi.
Tak sampai di situ, kenaikan harga kedelai disebabkan oleh tingginya permintaan, terutama dari China.
"Pada tahun 2019-2020 yang lalu itu, China mengalami yang disebut dengan swine flu atau flu babi. Flu babi ini menyerang ternak bagi mereka di mana seluruh ternak babi yang ada di China ini dimusnahkan. Jadi hari ini mereka memulai ternak babi itu lagi dengan jumlah sekitar 470 juta yang tadinya makanannya tidak diatur, hari ini makanannya diatur," paparnya.
"Karena makanannya diatur tiba-tiba karena babi ini yang besar ini hampir mengkaliduakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat dalam kurun waktu yang singkat. Jadi dari 15 juta biasanya permintaan disana naik menjadi 28 juta permintaan. Ini menyebabkan harga yang tinggi," sambung Lutfi.
Berlanjut ke halaman berikutnya.