Uber harus membayar denda sebesar US$ 6,58 juta atau setara Rp 92,12 miliar (kurs Rp 14.000) kepada Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (CCCS). Denda itu dijatuhkan setelah permohonan bandingnya terhadap keputusan tahun 2018 yang melanggar undang-undang persaingan usaha di Singapura dibatalkan bulan lalu.
Melansir The Straits Times, Rabu (12/1/2021), CCCS memutuskan bahwa merger yang dilakukan Grab dan Uber pada Maret 2018 melanggar aturan persaingan usaha.
Para Dewan, yang membuat keputusannya pada 29 Desember 2020, juga memerintahkan Uber untuk membayar biaya CCCS untuk banding tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: SoftBank Jual Saham Uber Rp 28 T, Ada Apa? |
Dalam keputusannya yang dipublikasikan pada hari ini, dewan direksi mengatakan bahwa Grab dan Uber pasti sadar bahwa merger mereka akan mengurangi persaingan usaha.
Uber telah menjual bisnisnya di Asia Tenggara kepada Grab dengan gantinya kepemilikan 27,5% saham di Grab.
Sebelum aksi korporasi itu dilakukan, bahkan kedua perusahaan memiliki pangsa pasar gabungan yang lebih dari lima kali kompetitor lainnya di Singapura seperti ComfortDelGro. Oleh karena itu dengan adanya kesepakatan antara Grab dan Uber dianggap telah melewati ambang batas aturan persaingan usaha.
Uber sendiri sudah berusaha melawan putusan CCCS tahun 2018 dengan berupaya mengurangi hukuman yang dijatuhkan.
Setelah penyelidikan enam bulan, komisi tersebut memutuskan pada September 2018 bahwa kesepakatan Grab-Uber mengurangi persaingan pasar. Kesepakatan itu juga mengakibatkan Grab mendapatkan 80% pangsa pasar transportasi online Singapura, naik dari 50% dari sebelumnya.
Perusahaan tentu sudah terlambat untuk membatalkan kesepakatan itu. Komisi CCCS pun telah menjabarkan imbas dari kesepakatan Grab dan Uber yang membuat tekanan kepada transportasi massal komuter, pengemudi, dan calon kompetitor sejenis.
Grab sendiri tidak mengajukan banding dan membayar denda US$ 6,4 juta. Tapi Uber melawan putusan itu dengan alasan prinsip.
(das/dna)