Jakarta -
Komisi IV DPR RI membeberkan adanya beras impor yang rembes ke pasar. Parahnya, beras impor itu dijual dengan harga lebih murah ketimbang beras lokal yakni Rp 9.000 per kilogram (Kg).
"Saya barusan ditelepon, di pasar hari ini ada beras impor dari Vietnam dibanderol Rp 9.000/kg, yang impornya Sarinah. Apakah Kementan mengetahui? Apa Balai Karantina mengetahui?" kata Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi dari fraksi Golkar, Senin, (18/1/2021).
Dedi menyampaikan hal tersebut di hadapan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi mengatakan, beras impor tersebut akan mengancam petani Tanah Air. Pasalnya, dengan harga Rp 9.000/Kg, maka harga beras di petani juga dikhawatirkan jatuh.
"Kalau dibanderol Rp 9.000/kg dan masif, Wassalam petani, makin jatuh lagi harganya. Ini saya barusan saja. Mohon juga hari ini dijelaskan. Jadi jangan sampai nanti begini, sudah harga beras jatuh, harga pupuk naik, susah lagi. Mau dibunuh petani?" tegas Dedi.
Perlu diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 57 tahun 2017, HET beras medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi adalah Rp 9.450/kg. Sedangkan, untuk wilayah Sumatera selain Sumsel, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan, HET beras medium Rp 9.950/kg. Kemudian, untuk wilayah Maluku dan Papua, HET beras medium Rp 10.250/kg.
Lantas, apa kata Kementan?
Mendengar laporan Dedi, ternyata Suwandi tak menyangkalnya. Suwandi mengatakan, beras tersebut ternyata masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang.
"Tim Kementan terjun langsung ke lokasi beras Cipinang sebagaimana ada laporan masyarakat, kemudian memang benar ditemukan beras yasmin (jasmine rice) masuk ke Cipinang," ungkap Suwandi.
Suwandi menegaskan, pihaknya tidak pernah menerbitkan rekomendasi impor beras tersebut. Selain itu, menurutnya apabila ada beras yang diimpor secara khusus maka tak akan masuk ke pasar rakyat atau pasar tradisional.
"Untuk kami sampaikan bahwa Kementan tidak terbitkan rekomendasi impor beras. Jadi impor beras yang ini adalah bukan dari Kementan. Kemudian biasanya kalau biasanya beras khusus itu penggunaan dan sasarannya juga khusus, tidak masuk ke pasar tradisional," terang Suwandi.
Dengan adanya kasus ini, Dedi meminta Kementan menyelidiki beras impor tersebut dan mengambil langkah hukum, bukan hanya mengatakan bahwa Kementan tidak memberikan rekomendasi impor.
"Kalau bapak tidak izinkan, saya minta Kementan bikin konferensi pers, kemudian mengambil langkah-langkah hukum. Kalau memang izin impornya beras khusus, harganya di bawah Rp 12.000/kg itu, dan ternyata dia impor yang Rp 9.000/kg, maka berarti ada dokumen yang dipalsukan. Saya minta Kementan berpihak pada petani, dan punya sikap. Bukan hanya sekadar tidak tahu, tidak diajak koordinasi, bukan begitu," tegas Dedi.
Komisi IV DPR RI juga mempertanyakan mengapa beras impor tersebut bisa lolos dari pengawasan Badan Karantina Pertanian (BKP) Kementan. Perlu diketahui, setiap produk pertanian yang diimpor harus melalui pemeriksaan BKP sebelum diizinkan masuk ke Indonesia.
Merespons itu, Suwandi mengatakan kasus beras impor masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang itu telah diselidiki oleh Bareskrim Polri.
"Izin lapor sudah diproses Bareskrim pada saat kemarin itu juga. Jadi sekarang sudah ranah, dan sampel produknya sudah diambil, dan lagi proses hukum, itu yang dapat kami sampaikan," pungkas Suwandi.