Jakarta -
Penyaluran pupuk bersubsidi jadi topik panas dalam rapat dengar pendapat (RDP antara Komisi IV DPR RI, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kemarin.
Komisi IV DPR RI menyebut pupuk bersubsidi langka atau sulit diperoleh petani. Hal itu pertama diungkapkan oleh Ketua Komisi IV Sudin dari fraksi PDIP.
Ia bahkan mengingatkan Kementan soal kegeraman Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait subsidi pupuk yang dilontarkan saat membuka Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021 pada 11 Januari lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap kami pulang ke wilayah masing-masing, pasti dikritik masalah pupuk. Pupuk langka, ya bermacam-macam ragamlah. Permasalahan pupuk untuk petani harus dibahas bukan hanya sebagai isu sesaat, sebagai penyelesaian parsial. Kalau Presiden sudah ngomong, semua sibuk. Kemarin Pak Suwandi bilang cambuk bagi kami, kalau kata saya bukan cambuk, itu peringatan," tegas Sudin dalam RDP Komisi IV DPR RI yang disiarkan virtual, Senin (18/1/2021).
Ia menyampaikan, secara keseluruhan Komisi IV DPR RI menyimpulkan persoalan data kebutuhan pupuk bersubsidi yang menjadi akar masalah di balik penyaluran. Namun, pihaknya juga kecewa karena persoalan data tersebut tak kunjung diperbaiki.
"Komisi IV melihat pangkal utama masalah kebijakan pupuk bersubsidi adalah data kebutuhan pupuk yang real dan akurat, serta distribusi pupuk bersubsidi. Sangat disayangkan hal ini berulang setiap tahun tanpa pembenahan yang mendasar," imbuh dia.
1. Penyaluran Pupuk Bersubsidi Terkendala, Apa Penyebabnya?
Alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021 sebesar 8,9 ton. Anggaran untuk alokasi tersebut ialah mencapai Rp 29,76 triliun. Pupuk bersubsidi tersebut disalurkan oleh PIHC kepada petani.
Namun, penyalurannya masih terkendala. Salah satu penyebabnya ialah keterlambatan terutama di tingkat kabupaten/kota dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) alokasi pupuk bersubsidi 2021.
Direktur Utama PIHC Ahmad Bakir Pasaman memaparkan, ada 217 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK sampai 15 Januari 2021.
"Dari total 514 kabupaten/kota yang memiliki alokasi adalah sejumlah 483 kabupaten/kota, dan yang belum menerbitkan SK sejumlah 217 kabupaten sampai dengan 15 Januari 2021," ungkap Bakir.
Selain itu, masih ada dua provinsi yang belum menerbitkan SK yakni Kalimantan Utara (Kaltara) dan DKI Jakarta.
Ia menegaskan, pihaknya bergantung terhadap SK pemerintah pusat maupun daerah dalam penyaluran pupuk subsidi setiap tahunnya.
"Permentan untuk penyaluran pupuk tentunya kami tergantung pada SK Mentan. Kemudian juga SK Dinas Provinsi, dan SK Dinas Kabupaten. Jadi Permentan 49/2020 tentang HET dan alokasi pupuk bersubsidi itu terbit tanggal 30 Desember 2020, dan kami terima tanggal 1 Januari 2021," ujar dia.
Dengan keterlambatan penerbitan SK di tingkat Pemda, maka Pupuk Indonesia mengalami kendala dalam penyaluran pupuk subsidi.
"Ini yang menyebabkan kami agak terkendala dalam menyalurkan karena belum menerima SK kabupaten," tegas Bakir.
2. Petani Sulit Dapat Pupuk Bersubsidi, DPR Singgung Kartu Tani
Pemerintah telah melakukan uji coba Kartu Tani di beberapa wilayah. Kartu tersebut digunakan untuk menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani. Untuk bertransaksi menggunakan Kartu Tani itu, diperlukan mesin EDC dan jaringan internet.
Pemerintah sendiri menargetkan Kartu Tani bisa diimplementasikan secara bertahap di seluruh wilayah Indonesia pada 2021 ini. Namun, Anggota Komisi IV DPR dari fraksi PAN Haerudin meminta implementasi Kartu Tani ditunda sampai semua sarana dan prasarana penunjangnya siap.
"Kalau ditanya hari ini Kartu Tani, pasti kita menjawab gagal, distribusi apakah lancar, pasti tidak lancar. Kalau ditanya hari ini petani langka pupuk, pasti jawabannya langka pupuk, itu faktanya. Sementara sederet apa yang disampaikan semua sempurna. Seolah-olah petani kita sudah mendapatkan pupuk. Lebih bijaksana kalau saya sampaikan e-Kartu Tani itu ditunda sementara sampai sarana dan prasarana siap," kata Haerudin.
Ia meminta agar pemerintah tak terus-menerus melakukan uji coba tersebut, karena menyulitkan petani yang membutuhkan penyaluran pupuk bersubsidi.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi dari fraksi Golkar mengatakan, Kartu Tani juga tak bisa didapatkan para petani yang hanya menyewa lahan. Sementara, mereka sangat membutuhkan pupuk bersubsidi.
"Di Jawa Barat sawah terbentang luas dari arah Bekasi sampai Cirebon. Itu pemilik lahannya memang rata-rata 5 Ha ke atas. Tapi rata-rata mereka tidak garap sawah. Disewakan, dengan uang sewa 1 Ha 2 ton dibayarnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sewa itu punya Kartu Tani? Tidak akan punya, karena dia bukan pemilik lahan," tutur Dedi.
3. Masih Sedikit Petani yang Gunakan Kartu Tani
Berdasarkan data Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) selaku pihak yang mengelola program Kartu Tani, per 31 Desember 2020, selama tahun 2020 telah tercetak 12,46 juta Kartu Tani. Namun, yang sudah dibagikan baru 59% atau 7,28 juta, dan penggunaannya baru mencapai 25% atau 1,84 juta kartu.
Lalu, Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian Ismarini mengatakan, penggunaan Kartu Tani masih ada kendala, terutama terkait kurangnya bimbingan pemerintah daerah (Pemda) terhadap petani.
"Di 2020 itu, target implementasi di Jawa dan Madura 65% untuk Kartu Tani. Kenyataannya memang kita tidak bisa mencapai ini. Dari target 65%, hanya 12% yang bisa menggunakan Kartu Tani. Beberapa kendala, pada saat menganalisis kami melihat ada kurangnya pemerintah daerah terhadap implementasi Kartu Tani," jelas Ismarini.
4. Kartu Tani Buat Salurkan Pupuk Bersubsidi, Bagaimana yang Tak Punya?
Komisi IV DPR RI meminta penyaluran pupuk bersubsidi tetap bisa dilakukan secara manual, meski program Kartu Tani mulai diimplementasikan.
"Komisi IV meminta pemerintah melakukan kajian terhadap usulan alternatif pola penyaluran pupuk bersubsidi. Adapun hasil tersebut menunjukkan yang tidak mendukung pelaksanaan Kartu Tani, maka Komisi IV menyalurkan pupuk bersubsidi dengan metode e-RDKK (Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)," kata Sudin.
Permintaan itu disambut oleh pemerintah. Dalam kesimpulan RDP hari ini, Kementan menyetujui penyaluran pupuk subsidi tetap bisa dilakukan secara manual. Hal itu tertuang dalam poin pertama kesimpulan rapat yang berbunyi:
"Komisi IV DPR RI menerima penjelasan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal PSP Kementan bahwa penebusan pupuk bersubsidi dapat dilakukan secara manual dengan memperlihatkan KTP bagi petani yang sudah terdaftar di e-RDKK namun belum mendapatkan Kartu Tani," bunyi kesimpulan rapat poin pertama.
Kesimpulan itu dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono dari fraksi Gerindra ketika hendak menutup rapat. Setelah membacakan kesimpulan itu, Budi bertanya pada Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy apakah menyetujuinya.
Sarwo Edhy mengatakan, ia menyetujuinya. "Setuju," kata Sarwo.