Trenggono mengatakan alasan dirinya tidak mau langsung menghentikan kebijakan ekspor benih lobster karena Indonesia belum memiliki alat untuk memonitor jika terjadi penyelundupan.
"Kalau ekspor benih lobster langsung saya katakan 'sekarang juga dihentikan', saya tanya BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) kamu sudah punya belum peralatan yang bisa melihat bahwa itu ada benih lobster yang keluar? 'Belum punya Pak' (jawabannya). Saya stres, kita belum punya peralatan untuk menjaga itu semua bagaimana saya bisa mengatakan," katanya.
Untuk itu, dia meminta kepada BKIPM untuk menyiapkan alat canggih yang bisa diletakkan di pelabuhan maupun bandara untuk memantau pergerakan setiap orang yang membawa benih lobster ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita minta kepada ibu BKIPM untuk segera menyiapkan model seperti apa alatnya itu, supaya kita bisa mendeteksi karena laut kita begitu besar kok yang nikmati negara pulau, saya terus terang nggak terima. Saya mau tegas banget, tapi kalau saya tegas tapi salah, namanya ngawur, jadi saya butuh evaluasi," ucapnya.
Menanggapi itu, Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Sudin mengungkap selama ini BKIPM tidak pernah meminta anggaran untuk membeli alat. Sementara anggaran yang disediakan selalu tersisa.
"Perlu diketahui periode yang lalu BKIPM tidak pernah meminta anggaran untuk alat, ini saya tegaskan belum pernah. Saya sampai nyinggung di Lampung itu kantor karantina bagus, mewah, saya sudah ngomong ketiga kali. Dikasih uang Rp 12 triliun ibu-ibu disuruh belanja nggak abis uangnya, malah dibalikin," ungkapnya.
Kembali ke Trenggono, alasannya belum memutuskan kebijakan ekspor benih lobster karena masih memikirkan nasib nelayan. Untuk itu, dia sedang mencari kebijakan yang tepat bagaimana ekspor dilarang tanpa melupakan kesejahteraan nelayan.
"Kemudian saya lihat lagi nelayan-nelayan itu hidupnya dari situ, oke kalau begitu bagaimana dia tetap bisa sejahtera? Ukurannya itu ketika si pembudidaya. Jadi ini saya setop dulu," ucapnya.
(fdl/fdl)