Pauline juga mengatakan sebetulnya subsidi pada komponen PJP2U tak terlalu banyak mempengaruhi pergerakan harga tiket karena nominalnya yang dinilai tak seberapa.
"Kalau kenaikan, sebenarnya basically Januari memang lowest season, jadi tiket sedang murah. Menurut kami, subsidi PJP2U ini tidak terlalu berdampak karena angkanya tidak signifikan. Rata-rata kan paling mahal di Jakarta di Terminal III (Soetta) saja cuma Rp 130 ribu," papar Pauline.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, sejak Oktober 2020, Kemenhub sudah memberikan subsidi berupa pembebasan tarif PJP2U kepada maskapai sebesar Rp 175 miliar dan bantuan kalibrasi Rp 40 miliar untuk AirNav, AP I, dan AP II.
Kebijakan subsidi ini akan berdampak langsung ke harga tiket pesawat di tingkat konsumen. Subsidi ini diterapkan pada 13 bandara di Indonesia. Subsidi hanya dilakukan sejak Oktober hingga berakhir pada Desember 2020 yang lalu.
Dirjen Perhubungan Udara Kemhub Novie Riyanto mengungkapkan subsidi terhadap maskapai tahun ini belum bisa diputuskan akan dilanjutkan atau tidak. Belum ada mekanisme yang disetujui dari pemerintah untuk kembali memberikan subsidi bagi maskapai.
"Subsidi yang sifatnya langsung pada airlines (maskapai) saat ini kami belum punya solusi. Karena airlines kita mungkin yang BUMN sudah ada langkah sendiri dari Kemenkeu. Kalau yang swasta belum ada mekanisme, dari government ke private seperti apa," ujar Novie dalam rapat kerja dengan komisi V DPR RI, Senin (8/2/2021).
Namun Novie mengatakan pihaknya tetap akan mengusulkan subsidi maskapai ke Kementerian Keuangan agar bisa direalisasikan kembali di tahun 2021.
"Ini kita upayakan juga ada stimulus dari Kemenhub yang diusulkan ke Kemenkeu dapat terealisasi," ujar Novie.
(hal/ara)