Naik turunnya sebuah bisnis memang menjadi risiko bagi setiap pengusaha. Kisah yang sama juga diceritakan oleh salah satu peternak ayam petelur (layer) kecil, Ria Agita (47) asal Desa Suruhwadang, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Memulai beternak di tahun 1991 dengan modal 200 ekor ayam, kala itu Ria juga masih ikut bekerja dengan saudaranya. Sedikit demi sedikit dirinya sudah bisa menambah populasi ayamnya hingga puncaknya sebelum tahun 1997 mencapai 10.000 ekor ayam. Naas, krisis moneter yang berlangsung di tahun berikutnya memangkas habis populasi ayamnya hingga tersisa 1.500 ekor ayam.
"Lalu sebenarnya di tahun 2000 ada kenaikan menjadi 7.000 ekor. Tapi di tahun 2012 ada penyakit Avian Influenza (AI) baru langsung banyak berkurang juga. Paginya masih bertelur tiba-tiba malamnya sudah mati semua, ayam saya tinggal sisa 700 (saat itu)," ungkap Ria kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ria juga menuturkan permasalahan yang kerap ditemui oleh peternak kecil adalah harga pakan yang cukup tinggi. Dalam satu bulan peternak dapat menghabiskan 3 ton 6 kuintal, atau satu harinya sebesar 120 kg untuk seribu ayam. Bila angka tersebut dikalikan dengan harga pakan berkualitas tinggi yaitu di kisaran Rp 6.000 hingga Rp 6.300 maka peternak sudah menggelontorkan Rp 20.000.000 - Rp 22.680.000.
"Sedangkan untuk penjualannya belum tentu pasti pemasukannya. Lah, kita peternak ayam kecil kemudian dikali ayam 1.000 ketika dapat rugi 3-4 jt sebulan itu termasuk fatal," imbuh Ria.
Ria juga memberikan hitung-hitungan soal modal untuk usaha ayam telur, khususnya untuk sistem kandang open house. Setidaknya diperlukan uang sekitar Rp 130.000.000 untuk memulai sebuah usaha ternak ayam
"Kalau ayam sudah Rp 130.000.000 modalnya kemudian modal kita sendiri hanya Rp 30.000.000 dan sisanya pinjam ke bank maka angsurannya sekitar Rp 3.600.000. Bayangkan saja ayam 1.000 dalam 1 bulan kita harus punya kelebihan Rp 3.600.000, bisa saja tidak menutup lho," ungkapnya
"Kemarin saja nih 3 minggu ini dari 1.000 ayam perbulannya rugi Rp 4.000.000. Kalau tidak pintar menyiasatinya ya tidak bisa angsur (pinjaman) bank," tandasnya.
Ria juga memiliki mimpi untuk membeli sebuah mobil hasil dari peternakan miliknya. Saat ini dirinya sudah memiliki satu buah motor yang ia bawa untuk pergi.
Ia juga menuturkan banyak dari rekan sejawatnya yang hampir atau sudah gulung tikar karena tak kunjung balik modal. Ria pun menjadi salah satu orang yang hampir saja gulung tikar, namun karena di support oleh BRI dirinya tetap bisa bertahan hingga sekarang.
Ria dapat selamat dari jurang pailit setelah mengikuti program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan oleh Bank BRI. Sudah 10 tahun lebih dirinya meminjam BRI hingga kini Ria terus meminjamnya dengan nominal KUR Rp 50.000.000.
"Sebelum dan sesudah meminjam ke BRI ada kenaikan populasi ayam dan omset. Yang tadinya sudah mau collapse sekitar 700 ekor kemudian kita tambah ayam 800 lagi sehingga total ada 1.500 ayam," tutur Ria
"Insyaallah jika ini sudah lunas maka akan pinjam lagi. Jika sudah punya 1.500 ayam untuk kebutuhan sehari-hari sudah cukup lah, tidak muluk-muluk dulu lah karena kemampuan sekarang masih segitu," pungkasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(akn/hns)