Pengamat Sebut Efek PPKM Mikro buat Ekonomi Cuma Jangka Pendek Saja

Pengamat Sebut Efek PPKM Mikro buat Ekonomi Cuma Jangka Pendek Saja

Soraya Novika - detikFinance
Rabu, 24 Feb 2021 16:28 WIB
Ilustrasi Survivor Corona detikX
Foto: Ilustrator: Edi Wahyono
Jakarta -

Pengusaha mengklaim mulai merasakan pemulihan pada usahanya sejak diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala desa/kelurahan (PPKM Mikro). Untuk sektor ritel misalnya sudah mulai mengalami peningkatan omzet 10-15% dalam 2 pekan terakhir.

Akan tetapi, menurut Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, efek positif dari PPKM mikro ke sektor usaha itu hanya berlaku dalam jangka pendek saja. Sebab, bila melihat penerapan PPKM Mikro yang lebih longgar dari aturan sebelumnya, berisiko meningkatkan kasus COVID-19. Bila kasus terus meningkat pemulihan ekonomi justru akan semakin lambat dari prediksi awalnya.

"Dalam jangka pendek, sekilas terlihat bahwa PPKM mikro berhasil menaikkan omzet mereka, hal ini tidak terlepas dari pelonggaran PPKM itu sendiri. Namun, jangan dilupakan bahwa dalam jangka panjang dengan tingginya kasus COVID-19, proses pemulihan ekonomi bisa berjalan lebih lambat, akhirnya peluang pengusaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar bagi usaha mereka berpotensi mengecil," ujar Yusuf kepada detikcom, Rabu (24/2/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila kasus COVID-19 belum teratasi maksimal, pemulihan ekonomi nasional secara menyeluruh dikhawatirkan akan berbentuk W Shape di mana akan terjadi kontraksi yang sama dalamnya dengan awal-awal pandemi lalu.

"Di samping itu, jika tingginya kasus COVID-19 tidak dapat tertangani, proses recovery ekonomi yang tadinya di harapkan berbentu "U-shape" bisa berubah mejadi "W-shape", akibatnya jika ekonomi terkontraksi kembali tentu yang akan terdampak ya pengusaha lagi," katanya.

ADVERTISEMENT

Hal serupa disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Menurutnya aturan PPKM Mikro ini cenderung serba tanggung dan tidak konsisten. Hal itu justru bisa membuat sebagian masyarakat memilih berdiam diri lebih lama di dalam rumah ketimbang keluar.

"Kebijakan yang tidak konsisten akhirnya membuat masyarakat lebih lama berdiam diri di rumah, terlihat dari data mobilitas penduduk yang turun ke pusat perbelanjaan masih negatif -23%, sementara ke perkantoran turun -31% dari baseline per 16 februari 2021. Jadi kalau setengah-setengah sebaiknya berpikir lagi untuk lakukan pembatasan, nggak akan efektif," kata Bhima.

Akhirnya, masyarakat masih mengerem belanja dan lebih mengutamakan menabung.

"Justru menurunkan kepercayaan konsumen, akibatnya jadi lebih banyak menabung dan memukul konsumsi rumah tangga. Pengusaha akhirnya menurunkan utilitas produksinya untuk menyesuaikan dengan lemahnya sisi belanja," tambahnya.




(dna/dna)

Hide Ads