Menurut Witjaksono, impor sebanyak 3,07 juta ton tak masuk akal. Pasalnya, ia mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) produksi garam nasional ditargetkan sebanyak 3 juta ton, dan kebutuhan 4 juta ton.
"Jika kita impor 3 juta ton lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Bahkan kemarin di lapangan, kita mendengar mereka memanen garam itu hanya bisa untuk membeli 15 Kg beras, sangat menyayat hati," ungkap Witjaksono.
Apabila impor 3,07 juta ton garam tetap dilakukan tanpa melihat kondisi di lapangan, maka NU mengkhawatirkan para nelayan atau petani garam tak mau lagi memproduksi garam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika dibiarkan terus seperti ini maka petani akan menjadi pihak yang paling dirugikan, sehingga para petani berpotensi alih profesi dan lahan garam berpotensi alih fungsi. Lebih lanjut maka negara kita akan benar-benar bergantung pada impor garam, tidak berdaulat lagi pada sektor pangan nasional," tandas dia.
(vdl/fdl)