Surati Jokowi, Nelayan Tolak Keras Impor 3 Juta Ton Garam!

Surati Jokowi, Nelayan Tolak Keras Impor 3 Juta Ton Garam!

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 24 Mar 2021 17:35 WIB
Petani garam di Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jawa Timur.
Foto: ANTARA FOTO/SAIFUL BAHRI
Jakarta -

Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) menyatakan penolakan keras akan rencana pemerintah mengimpor 3,07 juta ton garam. Mereka sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berisi penolakan rencana impor garam, dan juga survei yang dilakukan SNNU atas kondisi produksi garam di berbagai daerah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan NU Witjaksono menegaskan, pihaknya menanti audiensi dengan Jokowi untuk menyampaikan lebih rinci terkait kondisi nelayan di lapangan yang terdampak rencana impor tersebut.

"Surat sudah kita berikan langsung ke Presiden RI, dan juga sudah dikirim ke kementerian terkait baik Kementerian Perdagangan, KKP, dan menteri-menteri terkait. Kemudian kita juga sedang menunggu audiensi dengan Presiden RI mengenai hasil dari survei kita di lapangan, dan keberatan kita untuk impor garam maupun impor pangan nasional yang lain," tegas Witjaksono dalam konferensi pers Serikat Nelayan NU, Rabu (24/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, para nelayan Tanah Air kini kesulitan menjual garam ke pasar, sampai stok hasil panen pun melimpah. Oleh sebab itu, pihaknya merasa heran dengan rencana impor garam 3,07 juta ton, yang bahkan volumenya lebih banyak dibandingkan tahun 2020 yang hanya sekitar 2,7 juta ton. Akibatnya, harga garam di tingkat petani dalam negeri pun ikut anjlok.

"Kami setelah melihat dan mendengar di lapangan, dari para petani garam di Indramayu, Cirebon, Jawa Timur dan dari Nusa Tenggara Timur (NTT), mereka menyatakan keresahan mereka terkait produksi garam mereka yang tidak terserap pasar, bahkan harga dipetani mencapai Rp 100-300 per kilogramnya (Kg). Ini tentu sangat meresahkan, daerah-daerah ini memproduksi lebih dari separuh produksi garam nasional dan mereka menjerit," urainya.

ADVERTISEMENT

Saking sulitnya menjual garam ke pasar dan harga yang sangat anjlok, ada petani garam yang tak mau memanen. "Kemarin kita sempat datang ke Indramayu, di sana garam tidak sampai di panen. Karena mereka dibelinya hanya Rp 100/Kg, bahkan di bawah Rp 100. Ini sangat mengenaskan, akhirnya mereka sudah menanam garam 1-2 bulan tidak mau panen, dibiarkan saja. Nah ini efek dari impor garam," tutur dia.

Menurut Witjaksono, impor sebanyak 3,07 juta ton tak masuk akal. Pasalnya, ia mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) produksi garam nasional ditargetkan sebanyak 3 juta ton, dan kebutuhan 4 juta ton.

"Jika kita impor 3 juta ton lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Bahkan kemarin di lapangan, kita mendengar mereka memanen garam itu hanya bisa untuk membeli 15 Kg beras, sangat menyayat hati," ungkap Witjaksono.

Apabila impor 3,07 juta ton garam tetap dilakukan tanpa melihat kondisi di lapangan, maka NU mengkhawatirkan para nelayan atau petani garam tak mau lagi memproduksi garam.

"Jika dibiarkan terus seperti ini maka petani akan menjadi pihak yang paling dirugikan, sehingga para petani berpotensi alih profesi dan lahan garam berpotensi alih fungsi. Lebih lanjut maka negara kita akan benar-benar bergantung pada impor garam, tidak berdaulat lagi pada sektor pangan nasional," tandas dia.


Hide Ads