Sejak tahun 1983, pemerintah menetapkan ketentuan perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil (PNS). Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 yang salah satunya berisi hak jatah bulanan bagi mantan istri PNS.
Mantan istri PNS yang bisa mendapatkan jatah bulanan adalah pihak yang diceraikan. Artinya, perceraian terjadi atas kehendak pria. Selanjutnya, pria tersebut wajib memberikan jatah dari gajinya untuk penghidupan mantan istri dan juga anak-anaknya.
Sebaliknya, jika perceraian terjadi atas kehendak istri, maka tak ada jatah bulanan yang bisa diperoleh. Namun, ketentuan itu juga ada pengecualian seperti yang tertuang dalam PP Nomor 45 Tahun 1990. Dalam PP 45/1990, istri yang meminta cerai juga tetap dapat mendapat hak gaji dari suami berstatus PNS dengan syarat:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku, apabila istri meminta cerai karena dimadu, dan atau suami berzinah, dan atau suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap istri, dan atau suami menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya," bunyi pasal 4 ayat (6) dari PP tersebut.
Lalu, berapa lama mantan istri PNS bisa mendapat jatah bulanan? Jawabannya, selama mantan istri PNS tersebut tak menikah lagi, maka jatah bulanan tetap menjadi haknya. Sebaliknya, jika mantan istri PNS tersebut menikah lagi, maka hak atas bagian gaji dari mantan suaminya tak berlaku lagi.
Lalu, berapa nominal jatah bulanan untuk mantan istri PNS yang memenuhi kriteria di atas?