Usai Badai Corona, Ekonomi AS Siap Cetak Rekor Baru

Usai Badai Corona, Ekonomi AS Siap Cetak Rekor Baru

Soraya Novika - detikFinance
Jumat, 09 Apr 2021 11:03 WIB
The U.S. Capitol is seen between flags placed on the National Mall ahead of the inauguration of President-elect Joe Biden and Vice President-elect Kamala Harris, Monday, Jan. 18, 2021, in Washington.
Foto: AP/Alex Brandon
Jakarta -

Perekonomian Amerika Serikat (AS) disebut sedang menuju era keemasannya atau Goldilocks. Demikian diprediksi oleh JPMorgan Chase & Co.

Goldilocks adalah kondisi perekonomian yang berada di posisi yang pas, di mana terjadi pertumbuhan yang cepat dan berkelanjutan di suatu negara itu, namun tak terlalu banyak mengundang inflasi, suku bunga pun tak naik terlalu tinggi.

"Ada kemungkinan bahwa kita (AS) akan mengalami momen Goldilocks," ujar CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon dikutip dari CNN Business, Jumat (9/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Optimisme Dimon muncul setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan, paket stimulus Presiden Joe Biden sebesar US$ 1,9 triliun akan mendorong ekonomi AS ke pertumbuhan 6,4% tahun ini.

Itu akan menjadi tingkat pertumbuhan tahunan tercepat di Amerika Serikat sejak 1984 yang saat itu dipimpin Presiden Ronald Reagan.

ADVERTISEMENT

Data-data positif serupa juga diterbitkan oleh lembaga lainnya yang menguatkan prediksi tersebut.

Minggu ini, Institute for Supply Management menerbitkan laporan bulanannya. Dari laporan tersebut terlihat peningkatan pada sektor jasa AS. Sektor ini, pada bulan Maret lalu disebut telah berhasil menyumbang 88% dari produk domestik bruto AS, padahal sebelumnya sektor ini begitu terpuruk. Jumlah itu merupakan level tertinggi yang pernah tercatat.

"Jelas ada lonjakan besar dalam aktivitas yang sedang berlangsung," kata Kepala Ekonom AS di Capital Economics Paul Ashworth.

Data ini kemudian membantu menjaga saham AS mendekati rekor tertingginya.

Simak juga video 'CDC Bolehkan Orang yang Sudah Divaksin Traveling di AS':

[Gambas:Video 20detik]



Akan tetapi masih ada kecemasan yang menghantui. Berdasarkan hasil survei CNN Business' Fear & Greed Index, sentimen pasar berada di wilayah 'rakus', naik dari pembacaan netral satu minggu lalu. Investor terkesan tak berhati-hati.

Dalam catatan Kepala Strategi Ekuitas AS Citigroup Tobias Levkovich baru-baru ini, ia memperingatkan bahwa ketakutan kehilangan tampaknya mendominasi.

"Ada perspektif 1999 yang dicatat dengan tekanan bagi pengelola dana untuk berpartisipasi dalam kenaikan harga saham bahkan jika ada juga pengakuan bahwa itu bisa berakhir buruk," tulis Levkovich, mengacu pada gelembung dot-com yang muncul pada pergantian milenium.

Dia khawatir bahwa investor mengabaikan risiko bahwa Federal Reserve dapat mengubah arah dan mengambil beberapa langkah stimulus, serta dampak dari kenaikan pajak yang diusulkan oleh pemerintahan Biden.

"Memang, semua perkembangan dianggap berita positif," kata Levkovich.

Dia bukan satu-satunya pakar yang menyarankan agar investor lebih berhati-hati.

Pada hari Rabu, Anthony Fauci, ahli penyakit menular terkemuka AS, mengatakan bahwa jumlah kasus COVID-19 baru bergerak stabil pada tingkat yang sangat tinggi, dan bahwa negara tersebut dapat menghadapi lonjakan kasus lagi.

"Ini hampir seperti perlombaan antara vaksinasi dan lonjakan kasus virus baru yang tampaknya akan meningkat," kata Fauci.

Amerika Serikat memvaksinasi orang dengan cepat, dengan lebih dari 33% populasi, atau lebih dari 109 juta warganya telah menerima setidaknya satu dosis. Namun, kecepatan itu perlu ditingkatkan karena varian virus yang pertama kali diidentifikasi di Inggris itu - yang dikenal lebih mudah menular dan diyakini lebih mematikan - kini menjadi jenis virus yang paling umum di negara itu.

(eds/eds)

Hide Ads