3 Fakta Gerilya Angkutan Gelap di Tengah Larangan Mudik

3 Fakta Gerilya Angkutan Gelap di Tengah Larangan Mudik

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 26 Apr 2021 18:00 WIB
Calon pemudik yang terjaring razia penyekatan berjalan menaiki bus yang akan membawa mereka ke Terminal Pulogebang, Jakarta, di Pintu Tol Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). Calon pemudik yang terjaring razia penyekatan oleh Polda Metro Jaya tersebut dibawa ke terminal Pulogebang untuk kemudian diarahkan kembali menuju Jakarta. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Jakarta -

Angkutan gelap mulai bergerilya menawarkan jasanya mengangkut para pemudik di tengah imbauan larangan mudik. Seperti diketahui Pemerintah sendiri akan memberlakukan masa larangan mudik mulai tanggal 6-17 Mei mendatang dan memperketat pada 22 April hingga 24 Mei.

Temuan detikcom, beberapa orang sudah menawarkan jasa angkutan mudik via media sosial, padahal larangan mudik belum juga berlaku. Di beberapa grup diskusi di Facebook tawaran itu sudah mulai marak bermunculan.

Mulai berseliweran, berikut ini 3 fakta terkininya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Modus

Salah satu yang menawarkan angkutan gelap adalah orang berinisial MU. Saat dihubungi, MU mengkonfirmasi jasanya bisa dipakai saat larangan mudik diberlakukan. Dia memberikan tawaran berupa angkutan mudik dari Jakarta dan sekitarnya menuju ke daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

ADVERTISEMENT

Saat ditanya apakah jasanya akan aman dari segala jenis penyekatan dan penindakan aparat di jalan dia tak berani memastikan. "Insyaallah aman sampai tujuan," begitu katanya.

Jasa serupa ditawarkan orang berinisial NT, hal yang ditawarkan pun sama dan tak jauh berbeda. Angkut pemudik dengan menggunakan mobil pelat hitam.

"Kita usahakan lolos, yang penting mas nya bisa mudik," katanya kala dihubungi detikcom.

2. Tarif

Untuk tarif yang dipatok oleh MU, sekali jalan berkisar dari Rp 500-700 ribu per orang. Untuk ke Solo dan Yogyakarta misalnya, tarif yang dipatok dari Jakarta seharga Rp 700 ribu per orang.

Angka yang cukup mahal jika dibandingkan ongkos menggunakan kereta atau pesawat terbang terhadap fasilitas yang ditawarkan.

"Ke Solo, Yogyakarta Rp 700 ribu. Ke Bandung, Kuningan, Cirebon Rp 500 ribu. Selain itu nanti didiskusikan," katanya.

"Nanti janjian aja mau dijemput di mana, kita jemput, dan kita antar sampai tujuan, door to door," ujarnya.

Sementara itu, tarif yang dipatok NT pun tak jauh berbeda. Untuk ke daerah di Jawa Tengah berkisar di antara Rp 700 ribuan.

"Kalau mau ke Yogyakarta harganya Rp 725 ribu, kita siapkan snack sekalian," ujarnya.

3. Bahaya

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati meminta masyarakat jangan sampai nekat mudik naik angkutan gelap. Dia menegaskan mudik menggunakan angkutan gelap hanya akan merugikan diri sendiri.

"Kepada masyarakat juga diminta untuk hati-hati, tidak mudah tergiur dengan tawaran-tawaran ini karena akan merugikan diri sendiri," ungkap Adita kepada detikcom, Senin (26/4/2021).

Adita menjelaskan kerugian pertama bagi masyarakat yang nekat mudik, apalagi pakai angkutan gelap adalah bisa menularkan virus COVID-19 ke orang tua dan sanak saudara di kampung halaman.

"Jika tetap bersikeras mudik, ada potensi penularan dan justru membahayakan orang tua dan sanak saudara di kampung halaman," ujar Adita.

Kemudian, apabila angkutan gelap tertangkap saat operasi, orang yang nekat mudik juga akan ikut direpotkan.

Pasalnya, mereka sudah membayar sejumlah uang kepada angkutan gelap, namun tidak bisa sampai ke tujuan. Uang yang dibayarkan pun tidak ada jaminan bisa dikembalikan bila tidak sampai tujuan.

"Selain itu, jika kendaraan tertangkap, maka mereka juga yang akan direpotkan karena sudah keluar uang tidak sedikit dan harus kembali ke tempat semula," tegas Adita.

Sementara itu, pengamat transportasi Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas mengatakan angkutan gelap cukup membahayakan untuk digunakan sebagai penumpang. Jaminan keamanan angkutan ini sangat minim, sehingga bisa membahayakan hidup penumpang.

Misalnya dalam rangka melakukan protokol kesehatan di dalam kendaraan, angkutan gelap mungkin tidak akan melakukan hal itu. Menurut, Darmaningtyas hal ini membahayakan penumpang, buruknya bisa saja jadi penularan virus COVID-19 tanpa ada protokol kesehatan.

"Ini kan nggak jelas ya, mereka nggak ada izin juga. Ini kan nggak terkontrol kendaraannya. Kalau yang resmi kan ada semprot disinfektan, jaga jarak, protokol kesehatan lah. Kalau angkutan gelap apa itu dilakukan? Kan tidak. Mau tahu-tahu ketularan," kata Darmaningtyas kepada detikcom, Minggu (25/4/2021).

Darmaningtyas melanjutkan bila terjadi kecelakaan pun penumpangnya yang akan rugi. Asuransi apabila terjadi kecelakaan tidak akan bisa didapatkan.

"Ini juga kalau ada kecelakaan kan kalau resmi bisa ada asuransi, kalau gelap ini kan nggak bisa pengguna menuntut ke Jasa Raharja. Jadi yang dirugikan ini kan penumpang sendiri," jelas Darmaningtyas.


Hide Ads