Biar RI Keluar dari Resesi, Pemerintah Diminta Lakukan Hal Ini

Biar RI Keluar dari Resesi, Pemerintah Diminta Lakukan Hal Ini

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 10 Mei 2021 20:45 WIB
Pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021 masih memiliki tantangan besar. COVID-19 masih menjadi faktor ketidakpastian alias hantu pemulihan ekonomi.
Foto: Rengga Sancaya

Masih terkontraksinya konsumsi rumah tangga harus dipetakan lebih dengan berbagai instrumen guna mendorong pertumbuhan. Apalagi, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi. Padahal, instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumsi masyarakat.

"Karena itu, kebijakan fiskal hendaknya tetap difokuskan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha," jelas dia.

Dia menyebut pemerintah juga harus konsisten dengan kebijakan pusat dan daerah untuk menjaga anggaran tetap efektif masih perlu ditingkatkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun anggaran 2020 yang menjulang hingga Rp 234,7 triliun atau empat kali lipat lebih tinggi dari SiLPA APBN 2019 sebesar Rp 53,4 triliun menunjukkan kapasitas anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum dimanfaatkan secara maksimal.

Bahkan total saldo pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) atau dana idle terpantau di perbankan daerah sampai dengan akhir Maret mencapai Rp 182 triliun. Said mengaku tantangan ekonomi tahun depan cukup berat, meskipun berlangsung cukup lambat dan masih dalam area resesi, namun arah pertumbuhan ekonomi nasional menuju arah yang menggembirakan.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, momentum ini harus terus dijaga, sehingga pertumbuhan ekonomi akumulatif hingga tahun 2021 setidaknya minimal bisa mencapai 4%. Apalagi, tahun 2021 ini menjadi sangat krusial karena pemerintah akan menyusun APBN 2022.

"APBN 2022 akan menjadi jembatan untuk mengembalikan defisit pada angka di bawah 3% pada APBN 2023," jelas dia. Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini menerangkan ruang fiskal akan semakin terbatas lantaran Pemerintah tidak bisa lagi memperbesar pembiayaan hingga melebih 3%.

Oleh sebab itu, APBN 2022 harus memiliki pijakan yang kuat menuju periode normal pada tahun 2023 nanti, yang pada akhirnya akan bertumpu pada penerimaan perpajakan dan hasil sumber daya alam.

"Jadi, momentum diskon pajak selama dua tahun ini harus mampu membuahkan hasil penerimaan perpajakan yang lebih tinggi pada tahun 2022 dan seterusnya," tuturnya.

Sejauh ini jelas Said, kondisi perekonomian masih berada pada kondisi ketidakpastian. Salah penyebabnya satunya, pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia.

Belajar dari India, gelombang kedua penyebaran COVID-19 yang jauh lebih dahsyat, menyebabkan kondisi India sangat terpuruk. "Saya berharap satgas COVID-19 lebih well-organized, dan disiplin, serta Kemenkes lebih progresif dalam mengejar lebih banyak target vaksinasi terutama terhadap kelompok prioritas," tambah dia.


(kil/ara)

Hide Ads