Persoalan sawit Indonesia yang dihambat masuk ke Uni Eropa belum usai. Uni Eropa dinilai mencari-cari alasan demi menghambat masuknya sawit RI ke kawasan tersebut.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menilai Uni Eropa tidak konsisten dengan prinsip dasar fair and free trade.
"Kami berharap Uni Eropa jujur dan punya sikap ilmiah dalam berargumen. Dengan begitu, argumen yang disampaikan obyektif. Kalaupun mereka akhirnya kalah berargumen dengan kita, ya harus diterima secara obyektif juga," kata Jerry, Minggu (23/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jerry menilai Uni Eropa telah salah persepsi mengenai sawit Indonesia, termasuk parameter-parameter mengenai lingkungan yang kerap dipermasalahkan. Uni Eropa cenderung melihat secara parsial dan tidak melihat proses sejarah dengan baik dalam penggunaan lahan.
"Misalnya, Indonesia dilarang menggunakan lahan hutan produksi untuk kelapa sawit. Kritikan dan larangan itu dilakukan saat ini, di saat hutan mereka sendiri sudah dibabat di masa lalu. Artinya, mereka sendiri tidak mempermasalahkan hutan mereka yang tinggal sedikit sebagai bahan komparasi ketika melihat hutan Indonesia," katanya.
Sawit adalah salah satu komoditas terpenting dalam perdagangan luar negeri Indonesia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan pendapatan devisa dari minyak sawit bisa mencapai USD20 miliar hingga US$ 21 miliar atau setara Rp298,2 triliun (kurs Rp14.200 per US$) di tahun 2020. Selain itu, kelapa sawit juga berdampak positif dalam perspektif trickle down effect karena banyaknya industri yang terkait di dalamnya.
(hal/zlf)