Arsjad yang juga menjabat Ketua Dewan Penyantun Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mengungkapkan, meningkatnya posisi Indonesia di peringkat global tidak terlepas dari dukungan pemerintah, yang gencar melakukan riset, sosialisasi, dan edukasi menyangkut keuangan syariah. Di sisi lain, lanjutnya, kesadaran masyarakat atas pentingnya industri syariah juga terus meningkat.
"Pemerintah sangat serius menggarap ekonomi dan keuangan syariah. Presiden Joko Widodo juga telah membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Jadi, pemerintah fokus untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Dan ini, sejalan dengan peta jalan ekonomi syariah," jelas dia.
Arsjad yang menjabat Direktur Utama PT Indika Energy Tbk, sektor ekonomi syariah yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia, di antaranya industri perbankan syariah, lembaga keuangan nonbank, pasar modal, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, kuliner halal, dan fesyen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsjad juga bersyukur, ditengah merebaknya pandemi Covid-19, sektor jasa keuangan syariah tumbuh pesat, di mana pertumbuhan aset perbankan syariah pada tahun 2020 meningkat 10,9%, dibandingkan bank konvensional yang hanya tumbuh 7,7%.
"Peluang ekonomi dan keuangan syariah terbuka lebar. Pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia masih sangat besar karena yang digarap masih berkisar 6,1%. Saya yakin pangsanya akan terus meningkat," ujarnya.
Disebutkan, per November 2020, dari 180 juta penduduk muslim di Indonesia sekitar 30,27 juta jiwa yang tercatat sebagai nasabah bank syariah. Belum maksimalnya jumlah nasabah bank syariah juga mengindikasikan potensi luasnya pasar perbankan syariah di negeri ini yang belum tergarap. Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia juga memiliki potensi dari sisi industri halal sebesar Rp 6.546 triliun dan aset bank syariah di Indonesia hanya sekitar Rp591 triliun.
"Masih banyak calon nasabah yang belum digarap. Jumlahnya mencapai 149 juta orang. Demikian halnya potensi bisnis industri halal sebesar yang mencapai Rp 5.645 triliun," jelas Arsjad
(fdl/fdl)