Kembali ke RUU KUP, pasal 44B ayat 1 menjelaskan untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
"Atau jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 39A ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak," bunyi pasal 44B ayat 2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu dijelaskan dalam pasal 44C ayat 2 bahwa dalam hal terpidana tidak membayar pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah meminta dukungan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam menyempurnakan administrasi perpajakan. Dalam penyempurnaannya ini, dikatakan dia penuntutan pidana para pengemplang pajak dihentikan dan diutamakan kepada sanksi pembayaran administrasi.
"Kita juga butuhkan dukungan DPR untuk kuatkan administrasi perpajakan. Menghentikan penuntutan pidana, namun melakukan pembayaran dalam bentuk sanksi administrasi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (24/5/2021).
(toy/ara)