Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Catatan diberikan ke Anies karena upaya penanganan banjir di Jakarta yang masih bermasalah.
BPK menilai penanganan banjir di Jakarta tidak memiliki perencanaan yang jelas dan cenderung reaktif. Catatan buat Anies, disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.
Pengendalian banjir yang dipimpin Anies, disebut BPK tidak terarah dan tidak efektif dalam mengurangi dan menekan potensi banjir dan genangan di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penanganan banjir di DKI Jakarta masih cenderung reaktif dan belum mengacu kepada perencanaan yang jelas," ungkap BPK dalam Laporan IHPS II 2020 dikutip detikcom, Rabu (23/6/2021).
BPK melaporkan, dalam pengendalian banjir Pemprov DKI Jakarta sebetulnya telah melakukan berbagai upaya, seperti membangun sodetan ke banjir kanal, normalisasi sungai, pemeliharaan sungai, antisipasi air pasang dengan pembuatan tanggul, penataan kali dan saluran, dan lain sebagainya.
Bahkan dalam pengendalian banjir yang dipimpin Anies Baswedan ini juga sudah memasukkan berbagai kegiatan tersebut ke dalam Kegiatan Strategis Daerah lewat Instruksi Gubernur Nomor 52 Tahun 2020 tentang Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir.
Sayangnya, semua upaya yang dilakukan dalam menanggulangi banjir di Jakarta itu masih banyak bermasalah. Terutama dalam pengendalian aliran sungai yang bisa menyebabkan banjir di Jakarta.
"Pengendalian banjir di Jakarta melalui konsep pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu belum didukung kelembagaan yang memadai, dan mengakibatkan kerusakan DAS Ciliwung belum dapat ditangani secara optimal," tulis BPK.
Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta juga belum melakukan review dan pemutakhiran data sungai dan sistem drainase perkotaan dalam mendukung pengendalian banjir. Hal ini menyebabkan sistem informasi pengendalian banjir belum dapat digunakan untuk simulasi model pengendalian banjir.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Anies dan jajarannya pun disebut belum optimal melakukan pemeliharaan sungai dan drainase di Jakarta, selain itu belum ada integrasi yang memadai dalam operasional jaringan drainase. Kemudian, upaya pengawasan dan evaluasi pengendalian banjir melalui peningkatan kapasitas sungai, kanal dan waduk belum optimal.
"Akibatnya, daya rusak air sebagai penyebab banjir dan genangan di DKI Jakarta menjadi tidak tertangani secara optimal," papar BPK.
Bahkan, BPK juga menemukan masih adanya pelanggaran pemanfaatan sempadan sungai dan saluran dan belum memadainya perencanaan dan pengadaan tanah untuk penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Selain itu, pengelolaan waduk, situ, ataupun embung di bawah pimpinan Anies Baswedan sangat buruk.
BPK memberikan beberapa rekomendasi ke semua pemangku kepentingan di Jakarta. Khusus untuk Anies Baswedan sebagai Gubernur, meminta agar memerintahkan Kepala Bappeda untuk berkoordinasi dengan Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP) Pemprov DKI dan Dinas Sumber Daya Air (SDA) untuk melakukan evaluasi serta peninjauan kapasitas sistem pengelolaan banjir.
Anies juga diminta BPK untuk menyusun draft Pergub tentang Master Plan Pengendalian Banjir berdasarkan hasil evaluasi untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian banjir, yang ditindaklanjuti dengan menyusun roadmap atas kegiatan-kegiatan di dalam master plan.
Evaluasi yang dilakukan meliputi:
- Evaluasi kapasitas tampung saluran drainase utama, seperti Banjir Kanal Barat (BKB), Banjir Kanal Timur (BKT), Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Kali Bekasi, dan lain sebagainya
- - Evaluasi saluran drainase lokal dan kawasan
- Evaluasi desain perluasan penampang sungai
- - Evaluasi dan revitalisasi polder dan situ yang ada