Pandemi COVID-19 telah menciptakan perubahan besar dalam perilaku kehidupan masyarakat. Pandemi telah membuat berbagai macam kegiatan dilakukan secara online.
Kegiatan belanja misalnya, kini banyak dilakukan secara online. Hal ini berdampak pada banyaknya toko yang tutup. Bukan hanya itu, kegiatan belajar mengajar juga yang dilakukan dari jarak jauh.
Rektor Universitas Paramadina sekaligus Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, pandemi telah banyak merusak tatanan infrastruktur. Sejalan dengan itu, pandemi telah membawa pada normal baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika ada COVID, maka rusak tatanan infrastruktur itu rusak, mal itu rontok, toko-toko rontok. Banyak sekali, kemudian kita nggak bisa belajar mengajar, ini sejalan berbalik dengan creative destruction cycle. Jadi satu inovasi baru, cara baru, normal baru mungkin, itu muncul duluan, lalu yang lama rusak," katanya dalam Webinar FEB Paramadina seperti dikutip, Minggu (27/6/2021).
Oleh karena itu, Didik mengatakan, solusinya adalah membangun tatanan baru atau sistem baru. Dia bilang, pemerintah harus ikut dalam membangun tatanan baru ini karena pemerintah memiliki sumber daya (resources) supaya lebih cepat.
Didik mencontohkan, tiang listrik harus direvolusi. Dia bilang, rasio elektrifikasi saat ini di sekitar 95-97%. Artinya, hampir semua desa dipasangi oleh tiang listrik.
Menurutnya, daripada tiang listrik itu hanya berfungsi untuk mengalirkan listrik, maka lebih baik juga dipasang kabel fiber optik.
"Bikin aturan pemerintah, suruh gratiskan atau dipotong 70% tapi output perusahaan wifi internet itu harus menjualnya separuh dari harga yang ada dan memberikan gratis kepada desa-desa. Akses terhadap itu akan cepat," katanya.
Lebih lanjut, Didik mengatakan, di tengah perubahan sistem ekonomi itu maka sekarang saatnya untuk mengembangkan ekonomi hijau (green economy). Didik menjelaskan, sistem ekonomi yang memerlukan sumber daya besar kini telah mengalami perubahan sejalan dengan digitalisasi tersebut.
"Justru dalam keadaan sekarang ketika sistem ekonomi yang relatif memerlukan resources alam besar banyak, sekarang berubah. Sebagai contoh koran sudah tidak ada lagi berarti menggergaji kayu yang sebanyak-banyaknya untuk membuat kertas sudah habis," katanya.