PPKM Darurat resmi diberlakukan pemerintah sejak kemarin, kebijakan pengetatan kegiatan sosial dan ekonomi ini akan berjalan hingga 20 Juli mendatang. Pemerintah menerapkan kebijakan ini demi menekan lonjakan kasus COVID-19 yang terus meningkat sejak bulan Juni.
Sejak awal pandemi COVID-19 meradang di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan pengetatan. Paling pertama bentuknya adalah PSBB alias Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Dulu PSBB, sekarang PPKM. Seperti apa perjalanan kebijakan pengetatan pemerintah selama pandemi?
Sejak kasus COVID-19 pertama di Indonesia masuk sejak Maret tahun lalu, pemerintah baru melakukan pengetatan kegiatan sosial di sekitar bulan April 2020. Saat itu, kebijakan pengetatan yang dipilih adalah PSBB. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, ditandatangani Menteri Kesehatan yang saat itu dijabat Terawan Agus Putranto, pada 3 April 2020.
Berdasarkan Permenkes tersebut, PSBB adalah pembatasan kegiatan penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19. Satu wilayah dapat menetapkan PSBB asalkan memenuhi syarat, yakni jumlah kasus dan jumlah kematian COVID-19 meningkat dan menyebar signifikan dengan cepat dan ada kaitan dengan wilayah lain.
Mekanisme kebijakannya, gubernur, bupati, ataupun walikota mengusulkan PSBB, menteri menetapkan persetujuan, dan PSBB diterapkan di lingkup wilayah tertentu (provinsi, kabupaten, atau kota).
DKI Jakarta menjadi yang pertama kali menerapkan kebijakan ini dan daerah lain mengikuti. Selama tahun 2020, kebijakan ini pun di-gas-rem di Jakarta mengikuti perkembangan kasus COVID-19, mulai dari PSBB transisi hingga PSBB diperketat.
Selama PSBB banyak diberlakukan di berbagai daerah, ekonomi Indonesia secara makro perlahan anjlok. Pertumbuhan ekonomi terus menerus minus sejak PSBB diberlakukan secara efektif di beberapa daerah sejak April-Mei yang masuk ke dalam kuartal II 2020.
Benar saja, di kuartal II 2020, ekonomi Indonesia dinyatakan minus 5,32% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan I pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II juga mengalami kontraksi yang dalam ke minus 4,19%.
Sektor transportasi dan pengadaan barang dan jasa paling terpukul di kuartal II-2020 saat itu setelah di bulan April PSBB diberlakukan.
"Di sana juga bisa dilihat kontraksi paling dalam transportasi dan pengadaan kontraksi 30,84%. Dengan pertumbuhan kontraksi akan terjadi pergeseran," kata Kepala BPS yang saat itu dijabat Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, 5 Agustus 2020 silam.
lanjutkan membaca ke halaman berikutnya
(hal/zlf)