Lebanon tengah berjuang untuk tetap 'hidup' di tengah kondisi krisis ekonomi negaranya. Saking parahnya, situasi krisis ekonomi di Lebanon disebut bagai 'neraka' oleh warganya sendiri.
Faktor utama krisis ekonomi yang terjadi di Lebanon disebabkan karena situasi politik dan perang sipil serta penumpukan utang. Lalu, apakah Indonesia perlu mewaspadai akan mengalami kejadian serupa?
Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kondisi antara Indonesia dengan Lebanon sangat jauh berbeda. Menurutnya, kondisi fiskal saat ini masih tergolong aman.
"Terlalu jauh untuk kita mengkhawatirkan krisis seperti di Lebanon, kondisi kita sangat jauh berbeda. Kita memang ada masalah dengan korupsi tapi tidak seburuk itu. Kondisi fiskal kita masih sangat aman," kata Piter saat dihubungi detikcom, Sabtu (10/7/2021).
Perihal utang, Piter setuju bahwa Indonesia mengalami lonjakan utang di tengah pandemi. Namun, menurutnya masih di batas aman sehingga RI tidak perlu khawatir akan bernasib sama dengan Lebanon.
"Kita tidak usah khawatir. Krisis seperti di Lebanon tidak akan terjadi di Indonesia. Utang kita itu masih dalam batas aman, masih di bawah 60% PDB," jelasnya.
Saat dikaitkan dengan kekhawatiran BPK akan utang RI yang sangat tinggi, Piter menjelaskan, selama pemerintah mendapat kepercayaan dari luar negeri, dan aliran modal tetap masuk maka ke depan tidak akan mengalami kendala dalam membayar utang negara.
"Tetapi tidak perlu jadi kekhawatiran kalau kita akan krisis, persoalan utang tidak bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Perlu perencanaan fiskal yang kuat didukung dengan kebijakan moneter," jelasnya.
Selain itu, diperlukan strategi pembangunan industri berkesinambungan agar persoalan utang luar negeri bisa diselesaikan dalam jangka panjang. "Saran Saya ke pemerintah, fokus saja ke masalah pandemi, tidak perlu disibukkan dengan krisis Lebanon," tandasnya.
(eds/eds)