Menkes Dicecar! Komisi IX Ramai-ramai Tolak Vaksin Berbayar

Menkes Dicecar! Komisi IX Ramai-ramai Tolak Vaksin Berbayar

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 13 Jul 2021 17:00 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Wamenkes Dante Saksono Harbuwono memimpin rapat koordinasi pimpinan di Kemenkes RI.
Menkes Dicecar! Komisi IX Ramai-ramai Tolak Vaksin Berbayar
Jakarta -

Komisi IX DPR RI yang menjadi mitra Kementerian Kesehatan menolak keras adanya program vaksin berbayar untuk COVID-19. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

Penolakan salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ansori Siregar. Dia mengaku pertama kali mendengar kabar itu kaget dan penasaran siapa otak di balik vaksin berbayar.

"Saya dikagetkan oleh vaksin berbayar. Saya pun akhirnya mencari-cari siapa nih otak vaksin berbayar ini karena ini melanggar UUD 1995, melanggar UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yaitu pandemi, juga melanggar janji presiden kita akhir Desember, makanya saya kaget," katanya dalam rapat kerja, Selasa (13/7/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Siapa ini otaknya apakah otaknya di Kadin pengusaha, atau oligarki, atau di istana, atau dari Kemenkes, atau mungkin apakah ada otak dari komisi 9? Hahaha," kelakarnya.

Ansori meminta vaksin berbayar ini segera dibatalkan karena dapat mengganggu program vaksin gratis pemerintah. Dia khawatir tujuan program itu yang dicanangkan untuk herd immunity tidak akan tercapai.

ADVERTISEMENT

"Tolong ini dibatalkan, vaksin berbayar ini tolong dibatalkan, ini mengganggu usaha kita selama ini bersama presiden, usaha kita selama ini bersama Kemenkes, bersama kementerian lain. Tolong kita berjalan di rel dulu, dibatalkan saja vaksin berbayar ini jangan sampai ada yang mengganggu dan vaksin berbayar ini pasti menganggu, pasti," tegasnya.

Kemudian Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh. Dia melihat terjadi kontradiktif dan payung hukum yang lemah terhadap vaksin berbayar. Kalau pun untuk mencapai herd immunity, harusnya pemerintah memperbanyak distribusi vaksin, bukan malah masyarakat disuruh bayar.

"Kenapa saya semakin ngotot untuk mengatakan tidak pada vaksin individu karena secara hukumnya menurut saya lemah dan vaksin ini adalah hak rakyat Indonesia. Kalau persoalan APBN kenapa harus begini? Kalau persoalan herd immunity harusnya itu distribusi yang harus diperbanyak," tegasnya.

Lanjut halaman berikutnya

Nihayatul setuju jika Kimia Farma dan pihak swasta lainnya menyediakan layanan vaksinasi, namun harusnya tetap gratis. "Sama seperti kita mencontoh Amerika itu mereka menyediakan vaksin di mal-mal kayak kita tapi gratis. Efektifnya paling kesanggupan kimia Farma melakukan itu sangat sedikit," katanya.

Senada, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati juga meminta vaksin berbayar dibatalkan. Dia menilai program itu sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah dan cenderung mendadak karena tidak pernah dibahas sebelumnya.

"Vaksin berbayar ini kita merasa bentuk inkonsistensi lagi. Desember 2020 Pak Presiden mengatakan semua vaksin pokoknya gratis dan ditanggung pemerintah. Tiba-tiba detik ini tanpa ada komunikasi dengan komisi IX tiba-tiba keluar Permenkes. Kita berharap ini bisa ditinjau kembali karena vaksin adalah hak setiap rakyat jadi ini tanggung jawab negara," tuturnya.

Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene meminta agar Kemenkes terbuka menjelaskan terkait alasan adanya vaksin berbayar. Dia mengaku heran saat pemerintah menyetujui vaksin berbayar disaat vaksin gratis masih sulit didapatkan.

"Saya minta terbuka saja apa yang terjadi sebetulnya. Kami Komisi IX kalau vaksin tidak tersendat-sendat, silakan saja misalnya ada begini juga tidak masalah. Tapi masalahnya dari pemerintah daerah ini saja masih banyak menunggu vaksin dari kita," imbuhnya.


Hide Ads