Nihayatul setuju jika Kimia Farma dan pihak swasta lainnya menyediakan layanan vaksinasi, namun harusnya tetap gratis. "Sama seperti kita mencontoh Amerika itu mereka menyediakan vaksin di mal-mal kayak kita tapi gratis. Efektifnya paling kesanggupan kimia Farma melakukan itu sangat sedikit," katanya.
Senada, Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati juga meminta vaksin berbayar dibatalkan. Dia menilai program itu sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah dan cenderung mendadak karena tidak pernah dibahas sebelumnya.
"Vaksin berbayar ini kita merasa bentuk inkonsistensi lagi. Desember 2020 Pak Presiden mengatakan semua vaksin pokoknya gratis dan ditanggung pemerintah. Tiba-tiba detik ini tanpa ada komunikasi dengan komisi IX tiba-tiba keluar Permenkes. Kita berharap ini bisa ditinjau kembali karena vaksin adalah hak setiap rakyat jadi ini tanggung jawab negara," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene meminta agar Kemenkes terbuka menjelaskan terkait alasan adanya vaksin berbayar. Dia mengaku heran saat pemerintah menyetujui vaksin berbayar disaat vaksin gratis masih sulit didapatkan.
"Saya minta terbuka saja apa yang terjadi sebetulnya. Kami Komisi IX kalau vaksin tidak tersendat-sendat, silakan saja misalnya ada begini juga tidak masalah. Tapi masalahnya dari pemerintah daerah ini saja masih banyak menunggu vaksin dari kita," imbuhnya.
(aid/fdl)