Hal ini pun akhirnya membuat timbulnya klaster pabrik. Sudah ada ribuan buruh TGSL menurut Dian yang terpapar COVID-19. Pabrik-pabrik sentra industri tekstil sendiri tersebar di Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo.
"Klaster pabrik menyebabkan klaster hunian. Klaster pabrik terjadi akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh pengusaha yang berlangsung terus tanpa sanksi," tegas Dian.
Pengakuan sama diungkap oleh Ketua Bidang Perempuan dan Anak Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumiyati, menurutnya selama ini pabrik-pabrik sama sekali tidak punya sensitivitas terhadap COVID-19. Dia menilai operasional berjalan seperti biasa, menurutnya pengusaha tak mau mengalah dengan PPKM Darurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami lihat juga beberapa pabrik operasional berjalan seperti biasa. Mereka nggak mau ngalah dengan PPKM ini, semua rutinitas seperti biasa. Tidak ada protokol berjalan dengan baik," ungkap Sumiyati.
Pengadaan hand sanitizer, masker, hingga suplemen vitamin yang seharusnya didapatkan demi menjaga keamanan, keselamatan, kesehatan kepada para buruh juga tak pernah diberikan. Bahkan untuk masker saja, banyak buruh yang menggunakannya secara berulang.
"Banyak buruh menggunakan masker berulang dicuci dipakai, karena beban. Vitaminnya juga tidak diminum, karena tidak disiapkan," kata Sumiyati.
Sumiyati juga menyatakan harusnya perlindungan pekerja dijamin oleh perusahaan. Hal itu merupakan amanat UU Ketenagakerjaan menurutnya.
"Saya ingatkan lagi UU Ketenagakerjaan. Dijelaskan pemberi kerja diwajibkan berikan perlindungan kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja baik mental dan fisiknya," ungkap Sumiyati.
(hal/ara)