Catatan Ekonom soal PPKM Darurat Dilanjut atau Dilonggarkan

Catatan Ekonom soal PPKM Darurat Dilanjut atau Dilonggarkan

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 25 Jul 2021 12:43 WIB
Suasana di Jalan Jenderal Sudirman saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Rabu (21/7/2021). Pemerintah memperpanjang PPKM hingga 25 Juli dan akan melakukan pembukaan secara bertahap mulai 26 Juli 2021 jika tren kasus COVID-19 terus mengalami penurunan. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Jakarta -

Awal pekan ini, pemerintah telah mengumumkan PPKM Darurat diperpanjang. Kini PPKM diubah menjadi per level sesuai dengan standar WHO, level paling ketat ada di level 3-4.

Nah saat pengumuman perpanjangan pemberlakuan PPKM, Presiden Joko Widodo memberikan catatan bahwa pemberlakuan PPKM bisa dilonggarkan pada 26 Juli besok. Hal itu dilakukan bila angka kasus COVID-19 turun secara signifikan.

Hari ini publik menanti apakah pemberlakuan PPKM akan diperlonggar atau tidak. Pemerintah pun diminta berhati-hati dalam menentukan hal ini, pasalnya kelonggaran atau pengetatan PPKM akan berpengaruh terhadap perekonomian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan pelonggaran harus dilakukan bila kasus benar-benar turun. Menurutnya, saat ini kasus positif harian masih terlalu tinggi.

"Perlu hati-hati untuk melakukan pelonggaran PPKM ketika perkembangan pandemi belum menggembirakan. Saat ini tambahan kasus positif harian masih tinggi, dan angka kematian atau mortalitynya belum turun, walaupun BOR kabarnya sudah berkurang," ungkap Faisal kepada detikcom, Minggu (25/7/2021).

ADVERTISEMENT

Faisal juga mengingatkan bila perpanjangan pemberlakuan PPKM diterapkan maka sektor usaha dalam jangka pendek akan makin tertekan.

Meski begitu dia yakin tekanan yang dihadapi saat ini akan bermanfaat untuk pemulihan ekonomi jangka panjang. Catatannya, penerapan PPKM yang ketat harus dilaksanakan efektif untuk menekan penyebaran virus.

"Kalau diperpanjang memang akan semakin menekan dunia usaha dan perekonomian dalam jangka pendek, tapi sebenarnya bermanfaat untuk pemulihan dalam jangka panjang. Catatan saya hal itu terjadi, jika PPKM Darurat yang dilaksanakan efektif menekan pandemi," kata Faisal.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah benar-benar harus mendengarkan saran ahli kesehatan sebagai pertimbangan utama dalam penentuan pelonggaran atau pengetatan kembali kebijakan PPKM.

Tapi dia mengingatkan pemerintah jangan buru-buru melonggarkan PPKM, masalah macetnya ekonomi menurut Bhima disebabkan oleh lonjakan kasus COVID-19. Nah, dia menilai kalau memang PPKM yang ketat belum bisa menekan laju penularan maka jangan buru-buru dilonggarkan lagi.

"Soal kapan pelonggaran dilakukan sebaiknya tetap mendengarkan saran ahli kesehatan. Namun, perlu dicatat, bahwa masalah ekonomi macetnya itu karena pandemi COVID-19. Kalau buru-buru dilonggarkan, tapi kasusnya masih tinggi dan ujungnya tarik rem darurat lagi justru akan blunder," kata Bhima kepada detikcom.

lanjutkan menbaca ke halaman berikutnya

Dia melanjutkan, bila pengetatan PPKM dilakukan risikonya akan menimpa dunia usaha, omzet dan pendapatan akan tertekan sangat dalam. Apalagi bila kompensasi atau stimulus bagi pengusaha tidak diberikan dengan cukup baik, baik penyalurannya maupun bentuknya.

"Selama masa PPKM darurat pertama saja, omset disektor yang sensitif terhadap penurunan mobilitas bisa mencapai 80-90%," kata Bhima.

Dia menyebut pelaku usaha sudah jatuh tertimpa tangga. Di sisi lain daya beli masyarakat sudah rendah karena pandemi, ditambah lagi rendahnya mobilitas masyarakat imbas PPKM Darurat.

Mengenai kepastian PPKM diperketat atau dilonggarkan pemerintah masih belum mengambil keputusan. Evaluasi dan monitoring penerapan PPKM level yang diperpanjang sejak tanggal 20 Juli masih terus dilakukan.

"Pemerintah melakukan evaluasi dan monitoring selama lima hari (21-25 Juli 2021) sebagai dasar mengambil keputusan relaksasi PPKM secara bertahap di tiap kabupaten/kota," kata juru bicara Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi, kepada detikcom, Sabtu (24/7/2021).

"Besok kami harap sudah ada hasil evaluasi," tegasnya.

Luhut Pandjaitan sendiri adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang menjadi Koordinator PPKM Jawa-Bali, dua pulau yang menerapkan kebijakan PPKM level 4. PPKM level 4 diberlakukan pemerintah sejak 21 Juli sampai 25 Juli.

Adapun ada indikator-indikator yang perlu diperbaiki para kepala daerah untuk menentukan apakah pemberlakuan PPKM akan diperketat atau dilonggarkan. Mulai dari jumlah kasus positif COVID-19, kesembuhan COVID-19, kematian COVID-19, serta tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy ratio/BOR).

Jodi juga menegaskan pelonggaran tidak berarti menghapus pembatasan sosial yang berlaku. Semua kebijakan pembatasan akan kembali pada level PPKM dari masing-masing daerah.

Ada PPKM level 4 yang paling ketat seperti di Jawa-Bali, PPKM level 3 dengan sedikit pelonggaran, dan PPKM level 2 yang disebut sebagai transisi. Terakhir, ada PPKM level 1 yang disebut sebagai 'new normal' atau level paling ringan dari pembatasan masyarakat.

"Relaksasi bukan berarti menghapus pembatasan layaknya kembali ke masa awal sebelum pandemi COVID-19, tapi ada tingkatan-tingkatan (leveling) PPKM yang harus dilalui tiap kabupaten/kota secara berjenjang agar kasus COVID-19 tidak naik eksponensial saat relaksasi dilakukan," ujar Jodi.


Hide Ads