Di sisi lain, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga mengatakan kebijakan anggaran yang dilakukan pemerintah dalam menangani dampak COVID-19 tidak tepat dan cenderung mubazir.
Dia menyoroti pemerintah yang terlalu mementingkan ekonomi sejak awal pandemi dibandingkan menumpas tuntas COVID-19. Alhasil, banyak uang terbuang namun membuat kasus COVID-19 tak kunjung mereda.
"Kita ini sudah banyak keluar uang tapi COVID masih juara dunia, karena penuntasannya nggak tuntas. COVID belum tuntas, tapi kebijakan ekonomi didahulukan, sehingga tiap mengendalikan jadinya gagal. Uang itu mubazir ini lah yang membuat pengendalian PEN tidak efektif," ungkap Anthony dalam webinar yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun menyoroti adanya anggaran lebih dari APBN 2020 alias Silpa yang tidak tertangani dengan baik. Padahal anggaran itu bisa digunakan untuk menangani dampak COVID-19. Berdasarkan data LKPP 2020 dari BPK yang dipaparkan olehnya ada total Silpa di tahun 2020 ada Rp 338 triliun.
"Ini ada penumpukan Silpa tidak digunakan di masa pandemi. Ini kalau saya katakan adalah kejahatan kemanusiaan, banyak yang meninggal, ada dananya, tapi nggak dipakai. Jadi total Silpa sampai 2020 itu Rp 338 triliun ini luar biasa," papar Anthony.
"Makanya ini bukan masalah uang, ini politik anggaran. Ini mau dikemanakan Silpa nggak dipakai," tegasnya.
(hal/zlf)