Penunjukan Izedrik Emir Moeis sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, anak usaha BUMN PT Pupuk Indonesia menuai pro dan kontra. Hal tersebut berkenaan dengan jejaknya yang pernah tersandung kasus korupsi pada 2012.
Beberapa kalangan menyebut, penunjukan Emir Moeis sebagai komisaris anak perusahaan BUMN tak melanggar undang-undang (UU) yang berlaku. Salah satunya diungkapkan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Nusron Wahid.
"Keputusan itu tidak melanggar UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Permen BUMN No 4 Tahun 2020, tentang Pengangkatan Direksi dan Komisaris Anak Perusahaan," kata Nusron, Kamis (5/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi PDI-P, Aria Bima juga menyebut pengangkatan Emir Moeis tidak melanggar aturan.
"Tidak ada aturan yang melarang kalau orang yang sudah menjalani pidana itu nggak boleh (diangkat komisaris). Kalau sudah menjalani hukuman, ya mendapat hak yang sama dalam kehidupan," kata Aria Bima usai acara 4 Pilar Kebangsaan secara virtual bersama petugas penyapu jalan di Solo.
"Itu kan ada lembaga pemasyarakatan yang memproses menjadi manusia lebih baik. Jangan sudah selesai dihukum tapi masih distigmakan, seperti orde baru saja," ujar Aria.
Di sisi lain, Pengamat BUMN Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menegaskan, penunjukan Emir Moeis telah melanggar Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-04/MBU/06/2020.
"Aturan Permen BUMN tahun 2020 menegaskan bahwa calon komisaris BUMN harus berintegritas, tidak pernah terlibat kasus korupsi dan memiliki kompetensi di bidang pengawasan," kata Toto kepada detikcom.
Dilihat dari aturan tersebut, kata dia, maka Emir Moeis dinilai tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. "Jadi ada syarat yang tidak dipenuhi saudara Emir Moeis untuk duduk sebagai komisaris BUMN yaitu pernah terlibat kasus korupsi," lanjutnya.
Emir Moeis disarankan mundur. Cek halaman berikutnya.
Oleh karena itu, Toto menyarankan agar Emir Moeis mengundurkan diri dari kursi jabatannya saat ini. "Sebaiknya Emir Moeis mengundurkan diri saja sebagai komisaris di PIM," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo juga mengatakan, penunjukan eks koruptor sebagai pejabat di BUMN merupakan pelanggaran prinsip dasar kepemerintahan yang kredibel. Dengan ditunjukkan eks koruptor sebagai komisaris BUMN dinilainya memperlihatkan kemunduran BUMN.
"Ya nggak setuju. Itu sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel. Kok sepertinya kita kekurangan orang yang bagus, bersih, dan kompeten," ujar Adnan.
"Saya kira memang ada kemunduran dalam pengelolaan BUMN kita ya, karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang masif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi. Tidak mengherankan kalau BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik," tuturnya.
Sekedar informasi, Izedrik Emir Moeis ditunjuk sebagai komisaris anak usaha BUMN sejak 18 Februari 2021. Ia merupakan politikus PDI Perjuangan yang menjadi anggota DPR RI pada 2000-2013. Saat itu ia terjerat kasus korupsi dan ditetapkan menjadi tersangka pada 26 Juli 2012.
Emir Moeis dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2014. Dia dinilai hakim terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar US$ 357 ribu agar bisa memenangkan proyek pembangunan 6 bagian pembangkit listrik tenaga uap 1.000 megawatt di Tarahan, Lampung, pada 2004
(ara/ara)