Djoko mengatakan saat ini bila AirAsia ingin membuka layanan ride hailing di Indonesia harus mengurus izin aplikasi ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kemudian, memberikan notifikasi ke Kementerian Perhubungan.
Saat melakukan operasional pun, AirAsia Ride harus mematuhi aturan ojek dan taksi online dari Kemenhub yang mengatur masalah operasional hingga penarifan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setahu saya ini harus ke Kominfo dulu urus masalah aplikasi. Habis itu baru kasih notifikasi ke Kemenhub, dan dia mau tunduk sama aturan di Kemenhub," ungkap Djoko.
Di sisi lain, ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Randy Manilet menilai jika ingin masuk ke Indonesia AirAsia Ride akan menghadapi dominasi Grab dan Gojek di bisnis ride hailing. Belum lagi ada perusahaan transportasi online juga yang saat ini berkembang di Indonesia.
"Gojek dan Grab sudah jauh masuk terlebih dahulu, basis pasar yang jelas satu sama lain, sehingga ekosistem yang sudah terbangun, belum lagi harus bersaing dengan Maxim yang juga merupakan pemain baru," ungkap Yusuf ketika dihubungi detikcom.
"Apakah kemudian akan bertahan? tentu perlu waktu untuk menjawabnya," pungkasnya.
Sementara itu, CEO AirAsia Tony Fernandes sebenarnya sudah mengatakan pihaknya berencana untuk meluncurkan layanan AirAsia Ride di negara lain. Beberapa negara incarannya adalah Thailand, Indonesia, Filipina, dan Singapura.
"Respons dari driver (di Malaysia) sangat luar biasa dan masyarakat sangat menantikan layanan ini," ujar Tony pada peluncuran virtual dilansir dari MalayMail.
detikcom pun sudah sempat mencoba mencari tahu adakah informasi atau notifikasi soal rencana operasi AirAsia Ride ke Indonesia ke Kementerian Perhubungan. Namun, hingga berita ini ditulis belum mendapatkan jawaban.
(hal/dna)