Tak Semua Negara Bisa Pulih Setelah Ekonomi Minus, RI Gimana?

Tak Semua Negara Bisa Pulih Setelah Ekonomi Minus, RI Gimana?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 31 Agu 2021 14:17 WIB
Neraca perdagangan pada Oktober 2017 tercatat surplus US$ 900 juta, dengan raihan ekspor US$ 15,09 miliar dan impor US$ 14,19 miliar.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tak semua negara akan pulih (rebound) dengan cepat setelah mengalami kontraksi ekonomi. Saat ini beberapa negara masih berjuang untuk mencapai itu.

"Apakah dengan kontraksi suatu ekonomi dijamin rebound? Ternyata tidak," katanya dalam pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXI secara virtual, Selasa (31/8/2021).

Sri Mulyani menyebut negara yang ekonominya belum bisa kembali atau melewati kondisi sebelum pandemi COVID-19 yakni Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Singapura negara maju dengan kekuatan fiskal, tapi belum bisa melewati level sebelum COVID-19," bebernya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu lantas menyebut bahwa Indonesia perlu bersyukur karena tidak termasuk di antara negara-negara itu. Di kuartal II 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah melebihi kondisi pre-COVID-19 pada tahun 2019.

ADVERTISEMENT

Dia memerinci, PDB riil atas dasar harga konstan di kuartal II-2019 adalah Rp 2.735 triliun. Kemudian di kuartal II 2021, PDB riil berada di angka Rp 2.773 triliun.

"Ini angka yang lebih tinggi bahkan sebelum krisis. COVID-19 telah membuat ekonomi kita merosot pada kuartal II-2020 sehingga GDP riil kita minus nilainya menjadi Rp 2.590 triliun," ucapnya.

Bersama Indonesia, ada Amerika Serikat (AS) yang pertumbuhan ekonominya juga disebut sudah melewati fase krisis. Berhasil keluarnya ekonomi dari resesi di kuartal II-2021 tak lain ditopang oleh langkah bersama sekaligus kinerja APBN sebagai countercyclical.

Meski begitu, kinerja ekonomi ke depan masih sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan COVID-19. Sri Mulyani tidak menampik munculnya varian baru bisa menyebabkan momentum pemulihan menjadi terdisrupsi.

"Dinamika COVID yang membuat seluruh kebijakan pemerintah terus adaptif dan responsif, responsif namun memiliki arah yang jelas, yaitu masyarakat harus dilindungi dari ancaman COVID, dilindungi dari kemerosotan daya beli, dan kehilangan mata pencaharian," jelasnya.




(aid/zlf)

Hide Ads