Oalah... Ini Toh Biang Kerok Pabrik Susah Patuh Prokes COVID-19

Oalah... Ini Toh Biang Kerok Pabrik Susah Patuh Prokes COVID-19

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 01 Sep 2021 12:05 WIB
Dalam rangka mendukung pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19, BP Jamsostek menggelar kegiatan vaksinasi kepada Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Oalah... Ini Toh Biang Kerok Pabrik Susah Patuh Prokes COVID-19
Jakarta -

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah melakukan survei kepada buruh di 1.000 perusahaan anggota KSPI untuk mengetahui jalannya kegiatan usaha di tengah pandemi COVID-19.

Dari 1.000 pabrik, yang menjawab survei ada 500 pabrik. Hasilnya tercatat bahwa hanya 20% perusahaan yang menjalankan protokol kesehatan (prokes) untuk mencegah penularan COVID-19.

"Pengertian menjalankan prokes tentu yang sesuai anjuran yang dibuat oleh pemerintah ya, dimulai misal secara berkala melakukan tes antigen, dibiayai oleh perusahaan. Kemudian memakai masker, menjaga jarak, mengatur 50% kerja 50% tidak, atau sehari libur sehari kerja, mencuci tangan, menyediakan hand sanitizer, dan hal-hal lain yang diatur," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada detikcom baru-baru ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekitar 80% perusahaan yang tidak taat prokes, berdasarkan hasil survei karena beberapa hal, misalnya keterbatasan penyediaan masker untuk buruh.

"Paling mereka hanya menggunakan masker, itupun yang bayar si buruh beli sendiri, bawa sendiri maskernya. Nah maskernya sudah kucel-kucel begitu pasti, sudah nggak layak lah, tidak standar," jelas Said Iqbal.

ADVERTISEMENT

Kendalanya ada pada biaya, termasuk dalam melakukan tes antigen untuk mengetahui buruh yang kemungkinan sudah terpapar COVID-19.

"Antigen itu kan bayar, waktu itu (sebelum keluar aturan baru) kan masih agak mahal antigen, hampir Rp 200.000-an per orang. Misal satu perusahaan jumlah karyawannya kan 60.000 orang, 60.000 dikali Rp 200.000 bisa berapa dia harus keluar uang," sebutnya.

Perusahaan-perusahaan tekstil, garmen, sepatu, dijelaskannya rata-rata memiliki buruh puluhan ribu, begitupula perusahaan otomotif dan pabrik makanan-minuman bisa mencapai ribuan. Hal itu menyebabkan perusahaan kesulitan menjalankan prokes secara sempurna.

"Alasan selain biaya adalah mereka dikejar-kejar target produksi. Akibat dikejar-kejar target produksi, dengan jumlah karyawan yang banyak, mereka nggak bisa melakukan sehari libur sehari masuk, atau jam kerja bergilir. Bagaimana mungkin jumlah orang satu pabrik 60.000 buruh secara bergilir? tetap kalaupun bergilir 30.000, 30.000 nggak mungkin jaga jarak," tambahnya.

(toy/fdl)

Hide Ads