Data Kantor Anggaran Parlemen yang dibagikan dengan anggota parlemen Partai Buruh Andrew Leigh menunjukkan subsidi upah JobKeeper senilai AU$4,6 miliar atau sekitar Rp 48,3 triliun telah dikirim ke perusahaan yang pendapatannya meningkat selama pandemi.
Di industri konstruksi, sekitar AU$ 828 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dikirim ke perusahaan dengan pendapatan yang meningkat. Sementara di industri ritel, sekitar AU$ 460 juta atau sekitar Rp 4,8 triliun dikirim ke perusahaan dengan omset yang meningkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus Tutt Bryant pun, sektor industri konstruksi yang menjadi inti bisnisnya tak pernah mengalami penurunan akibat COVID.
Hal ini juga ditegaskan catatan Andrew Leigh yang menyebut penurunan yang diperkirakan dalam industri konstruksi tidak pernah terjadi selama 2020-2021. Bahkan, sektor tersebut pun tetap diizinkan untuk terus beroperasi secara nasional meskipun ada kebijakan lockdown.
"Industri penting bagi Grup seperti konstruksi dan pertambangan sebagian besar telah diizinkan untuk melanjutkan operasi," tulis catatan tersebut.
Dalam laporan ABC News juga menyebutkan beberapa perusahaan lain yang mendapatkan keuntungan dari program JobKeeper. Beberapa di antaranya pada sektor pabrikan mobil.
Setelah tahun yang kuat untuk penjualan mobil, raksasa mobil global yang beroperasi di Australia meraup lebih dari AU$70 juta Rp 735 miliar yang digabungkan dalam dana JobKeeper.
Ford Australia mengambil keuntungan sebesar AU$38,6 juta atau sekitar Rp 405 miliar dari JobKeeper. Padahal perusahaan membukukan laba sebelum pajak sebesar AU$ 59,3 juta atau sekitar Rp 622 miliar di Australia tahun lalu.
Perusahaan mobil Jepang cabang Australia, Mazda mendapatkan AU$ 5,7 juta atau Rp 59 miliar dari JobKeeper meskipun melaporkan laba setelah pajak sebesar AU$ 91,5 juta atau sekitar Rp 960 miliar.
Daimler Australia juga menerima AU$4,9 juta atau sekitar Rp 51 miliar dari program JobKeeper dan melaporkan keuntungan AU$62,7 juta atau sekitar Rp 658 miliar.
(hal/eds)