Bank Dunia (World Bank) resmi menghentikan laporan Doing Business atau kemudahan berusaha yang selama ini dirilis setiap tahun. Hal itu dilakukan setelah penyelidikan internal mengungkap ada skandal penyimpangan data untuk laporan 2018 dan 2020.
Lantas, bagaimana posisi Indonesia dalam indeks kemudahan berusaha (ease of doing business/EODB) di dua tahun itu?
Dalam laporan Doing Business 2018, dikutip detikcom, Jumat (17/9/2021), peringkat kemudahan berusaha Indonesia mengalami penurunan menjadi peringkat 73, dibandingkan posisi 2017 di 72. Untuk diketahui, penilaian ini mencakup pada memulai usaha, izin pembangunan, pemasangan listrik, pendaftaran properti, mendapatkan pinjaman, hingga perpajakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Indonesia dinilai sudah memiliki kinerja yang baik di bidang penyelesaian kepailitan, dengan tingkat pemulihan saat itu sebesar 65 sen per dolar, hampir dua kali lipat rata-rata regional sebesar 35,5 sen. Indonesia menempati peringkat ke 36 di bidang ini.
Lalu dalam laporan Doing Business 2020, peringkat Indonesia tidak naik alias mentok di posisi 73. Posisinya masih di bawah sejumlah negara Asia Tenggara lain, seperti Vietnam yang berada di peringkat 70 dan Brunei Darussalam di peringkat 66.
Indonesia bahkan jauh tertinggal dari Malaysia yang bertengger di peringkat 12. Apalagi Singapura yang berada di peringkat kedua.
Indonesia tidak masuk pula dalam 10 negara "Top Improvers" alias yang paling maju dalam mereformasi aturan kemudahan bisnis. Di mana ke-10 negara tersebut antara lain, Saudi Arabia, Yordania, Togo, Bahrain, Tajikistan, Pakistan, Kuwait, China, India, Nigeria.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 menargetkan Indonesia bisa berada di posisi ke-50 dalam kemudahan berusaha. Target ini terhitung lebih rendah dibanding yang dicanangkan Jokowi pada 2014 lalu yang mengincar peringkat 40.
"Dulu pada waktu tahun 2014 transisi perpindahan pemerintahan SBY ke Jokowi itu urutan kita kan 129. Kemudian tanggung jawab itu dikasih ke BKPM untuk gimana tingkat kemudahan naik, akhirnya menjadi ke 73," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang saat ini sudah menjadi menteri dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (31/10/2019) lalu.
Sayangnya belum sampai Indonesia berada di peringkat ke-50, Bank Dunia memutuskan untuk menghentikan laporan Doing Business. Ke depan pihaknya akan melakukan pendekatan baru untuk menilai iklim bisnis dan investasi.
"Setelah meninjau semua informasi yang tersedia hingga saat ini tentang Doing Business, termasuk temuan tinjauan masa lalu, audit dan laporan yang dirilis Bank hari ini, atas nama Dewan Direktur Eksekutif, manajemen Grup Bank Dunia telah mengambil keputusan untuk menghentikan Laporan Doing Business," kata manajemen dikutip detikcom dari situs resminya.
(aid/dna)