KKP Terapkan Aturan Baru PNBP untuk Nelayan cs, Ini Untungnya

KKP Terapkan Aturan Baru PNBP untuk Nelayan cs, Ini Untungnya

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 19 Sep 2021 12:27 WIB
Menyambut hari kebangkitan nasional, warga kepulauan terluar indonesia yaitu kepulauan miangas yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan ikut memeriahkan peringatan tersebut. Mereka mengibarkan bendera diperahunya dan berkeliling lautan sekitar kepulauan miangas. File/detikFoto.
Foto: Hasan Habshy
Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjamin Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). bisa memberikan kemudahan dan keadilan berusaha bagi pelaku usaha di bidang perikanan.

Salah satu beleid itu mengakomodir tarif PNBP sampai dengan Rp 0 atau 0% dengan persyaratan dan pertimbangan tertentu meliputi pelayanan di pelabuhan perikanan, penggunaan sarana dan prasarana sesuai tugas dan fungsi, pemeriksaan/pengujian laboratorium, pendidikan kelautan dan perikanan, sertifikasi, tanda masuk dan karcis masuk kawasan konservasi, persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, dan perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut.

"PP 85/2021 merupakan bentuk penyederhanaan dari PP sebelumnya yaitu PP 75/2015, dari semula 4.936 tarif menjadi 1.671 tarif, dan penyesuaian dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan turunannya," kata Kepala Biro Keuangan KKP Cipto Hadi Prayitnodalam keterangan tertulis kepada detikcom, Minggu (19/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penerima tarif PNBP Rp 0 utamanya untuk nelayan, pembudidaya, dan pelaku usaha perikanan berskala kecil. Termasuk untuk anak-anak mereka yang ingin melanjutkan sekolah di satuan pendidikan di bawah naungan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP.

"Apa yang dimaksud tarif Rp 0 untuk pendidikan kita, antara lain untuk pendaftaran dan seleksi termasuk biaya pendidikan per semesternya. Akomodir utamanya anak-anak pelaku utama yang dalam PP tersebut disebutkan untuk nelayan kecil, pembudidaya kecil, pengolah kecil, petambak garam kecil, pokoknya yang kecil-kecil semua," kata Kepala Pusat Pendidikan KP Bambang Suprakto.

ADVERTISEMENT

Objek PNBP dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 adalah terkait pemanfaatan sumber daya alam perikanan dan 17 pelayanan meliputi pelabuhan perikanan, pengembangan penangkapan ikan, penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi, pemeriksaan/pengujian laboratorium, pendidikan kelautan dan perikanan, pelatihan kelautan dan perikanan, analisis data kelautan dan perikanan, serta sertifikasi.

Kemudian layanan mengenai hasil samping kegiatan tugas dan fungsi, tanda masuk dan karcis masuk kawasan konservasi, persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, persetujuan penangkapan ikan yang bukan untuk tujuan komersial dalam rangka kesenangan dan wisata, perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut, pemanfaatan jenis ikan dilindungi dan/atau dibatasi pemanfaatannya, denda administratif, ganti kerugian, dan alih teknologi kekayaan intelektual.

Terbitnya PP 85/2021 membuat adanya perubahan formula pemungutan PNBP Pungutan Hasil Perikanan (PHP) pada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, subsektor yang selama ini berkontribusi hingga 90% pada seluruh PNBP KKP. Tarifnya dihitung berdasarkan formula penarikan pra-produksi, penarikan pasca produksi dan penarikan dengan sistem kontrak.

Targetnya pada awal 2023, penarikan PNBP PHP sistem pasca produksi sudah berlaku di seluruh pelabuhan perikanan di Indonesia. Saat ini baru beberapa pelabuhan saja yang memberlakukan dan statusnya masih masa transisi dari formulasi sebelumnya.

"Untuk mencapai target tersebut, KKP terus melakukan perbaikan infrastuktur serta melengkapi sarana dan prasarana pendukung, salah satunya timbangan online," bebernya.

Formulasi penarikan PNBP pasca produksi dinilai mengedepankan rasa keadilan, di mana jumlah PNBP yang dibayarkan sesuai dengan hasil tangkapan. Melalui sistem itu, KKP ingin menekan terjadinya pungutan liar kepada nelayan maupun usaha perikanan.

"Di dalam PP 85/2021 ada sebuah hal yang fundamental, kaitannya dengan sistem penarikan PNBP. Sekarang kami mengakomodir berbagai keinginan masyarakat agar lebih adil, di mana pungutan ditarik dengan sistem pasca produksi dan apabila nanti dengan diterapkannya PP ini masih ada pungutan-pungutan, silakan lapor pada kami karena dengan sistem ini nanti sudah tidak ada pungutan-pungutan," terang Plt. Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap KKP Trian Yunanda.

Tujuan lain dari terbitnya PP 85/2021 adalah mendorong peningkatan kualitas layanan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP di daerah ke masyarakat. Seperti pemenuhan benih, pakan hingga indukan yang berkualitas. Dengan demikian, PNBP yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

"Komoditas yang sudah settle kita tingkatkan lagi, kemudian yang sudah spesifik kita perkuat lagi agar produksinya meningkat. Sarana dan prasarana produksi kita maksimalkan, seperti penyewaan kolam. Karena ini termasuk sumber PNBP," terang Sekretaris Ditjen Perikanan Budidaya Gemi Triastutik.

Terbitnya PP 85/2021 dinilai bisa mendukung usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bidang kelautan dan perikanan lebih produktif dan memiliki daya saing lebih tinggi. Proses sertifikasi dan lalu lintas produk kelautan dan perikanan akan menjadi lebih mudah, namun tetap melalui tahapan-tahapan dalam rangka menjamin kualitas produk yang dihasilkan.

"Simplifikasi juga terjadi di penguatan daya saing, ada tarif yang diturunkan untuk meningkatkan daya saing, supaya yang mikro kecil bertambah semangat," ujar Sekretaris Ditjen PDSPKP Berny Achmad Subki.

KKP akan menjamin penerapan PP 85/2021 tentang PNBP KKP mengedepankan keberlanjutan ekosistem kelautan dan perikanan. Untuk kawasan konservasi misalnya, hasil PNBP yang didapat dari penarikan akan dipakai sepenuhnya untuk perawatan dan perbaikan kawasan konservasi.

"Kita pastikan yang kita pungut itu baliknya untuk menjaga alam itu lagi. Itu untuk memastikan anak cucu kita bisa menikmati keindahan alam yang kita nikmati hari ini," ungkap Sekretaris Ditjen PRL Hendra Yusran Siry.

Sementara dari sisi pengawasan, KKP mengutamakan pendekatan restorative justice, berupa denda administratif kepada stakeholder yang melanggar aturan. Ini akan menjadi salah satu sumber PNBP di sektor kelautan dan perikanan.

Meskipun mengedepankan sanksi administratif, Sekretaris Ditjen PSDKP Suharta memastikan sanksi pidana tetap ada bagi pelaku pelanggaran berat.

"Penegakan hukum bagi yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi administratif dan itu dikembalikan lagi untuk memperbaiki ekosistem yang rusak yang dilakukan oleh pelanggar," papar Suharta.


Hide Ads