Lebih Parah dari Inflasi, Miliarder Lagi 'Ketakutan' Sama Hal Ini

Lebih Parah dari Inflasi, Miliarder Lagi 'Ketakutan' Sama Hal Ini

Siti Fatimah - detikFinance
Senin, 20 Sep 2021 09:33 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat naik hingga hampir 20 poin tapi kemudian melambat lagi. Investor belum bersemangat sehingga perdagangan berjalan lesu. Pada penutupan perdagangan Sesi I, Jumat (14/11/2014), IHSG turun tipis 4,732 poin (0,09%) ke level 5.043,936. Sementara Indeks LQ45 melemah tipis 0,233 poin (0,03%) ke level 864,319.
Miliarder Lagi 'Ketakutan' Sama Hal Ini, Apa Ya?
Jakarta -

Seorang pengusaha sekaligus salah satu pendiri Carlyle Group (CG), David Rubenstein mengabaikan kekhawatiran inflasi yang tidak terkendali dan potensi kenaikan pajak. Miliarder ekuitas swasta ini justru jauh lebih khawatir tentang keadaan demokrasi Amerika.

"Kami tidak memiliki bipartisanship. Kami memiliki ketegangan yang sangat besar antara kedua pihak. Ini bukan situasi yang baik. Saya harap kita bisa memperbaikinya, tapi saya tidak berpikir itu akan diperbaiki dalam waktu dekat," kata Rubenstein dikutip dari CNN, Senin (20/9/2021).

Investor dan filantropis memandang COVID-19 dan pemberontakan 6 Januari menjadi faktor signifikan dari demokrasi Amerika yang semakin memecah negara. Dia mengatakan, keduanya tergabung dalam daftar 'tes stres' lainnya sepanjang sejarah, termasuk Perang Vietnam dan Watergate.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami pernah mengalami perpecahan politik sebelumnya. Jelas yang terbesar adalah Perang Saudara," ujarnya.

Selama Rubenstein bekerja di Capitol Hill dan di Gedung Putih pada 1970-an, para politisi merasa mereka legislator yang hebat jika mereka membuktikan bahwa mereka dapat bekerja dengan orang-orang dari kelompok lain. "Sekarang siapa pun yang bekerja dengan pihak lawan dicemooh oleh partainya sendiri," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Rubenstein, yang kekayaannya dipatok Forbes sebesar US$ 4,3 miliar atau sekitar Rp 61,4 triliun bahkan tak mempedulikan tentang inflasi, Rubenstein menepis kekhawatiran itu.

"Ada hal-hal yang lebih besar yang perlu dikhawatirkan daripada tingkat inflasi bulanan," katanya.

Harga konsumen menjadi fokus bagi investor, naik di bulan Juni dan Juli atau 12 bulan tercepat sejak 2008 lalu. Namun, Rubenstein meyakini bahwa inflasi akan mereda dari tingkat tinggi ini, meskipun mungkin tetap di atas target Fed untuk inflasi rata-rata sekitar 2%.

"Saya tidak berpikir dunia akan hancur jika kita memiliki inflasi 3% atau 4%. Kita baru saja terbiasa dengan inflasi yang rendah," katanya.

Rubenstein, ketua non-eksekutif di Carlyle yang berbasis di Washington, DC, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Jepang telah mencoba dan kemudian gagal menciptakan inflasi. Inflasi yang lebih tinggi akan memungkinkan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga, memberikan ruang untuk menurunkannya lagi selama resesi berikutnya.

"Ini akan mengeluarkan kita dari lingkungan suku bunga rendah artifisial yang kita miliki sekarang. Akan ada kenaikan pajak. Tidak diragukan lagi. Alasannya kita butuh pemasukan. Dan kita tidak disiplin memotong pengeluaran," pungkasnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads