Evergrande Yakin Bisa Keluar dari Krisis, Xi Jinping Ogah Bantuin?

Evergrande Yakin Bisa Keluar dari Krisis, Xi Jinping Ogah Bantuin?

Siti Fatimah - detikFinance
Rabu, 22 Sep 2021 09:50 WIB
Evergrande
Evergrande Yakin Bisa Keluar dari Krisis, Xi Jinping Ogah Bantuin?
Jakarta -

Ketua Evergrande Group, Xu Jiayin percaya diri dapat bertahan dan keluar dari krisis utang yang saat ini menimpa perusahaan raksasa miliknya. Hal itu dia katakan kepada karyawannya pada Selasa (20/9) kemarin.

Akan tetapi, pemerintah sendiri tidak memberikan panduan bagaimana penyelesaian krisis yang menghantam sektor properti China ini. Xu Jiayin mengakui, dalam sebuah surat yang diberikan manajemen kepada karyawan, perusahaan belum pernah mengalami kekurangan uang separah ini.

"Saya yakin bahwa melalui upaya bersama dan kerja keras para pemimpin dan karyawan di semua tingkatan, Evergrande pasti akan keluar dari kegelapan sesegera mungkin. Perusahaan pasti akan dapat mempercepat dimulainya kembali pekerjaan dan produksi secara penuh," tulisnya dikutip dari CNN, Rabu (21/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surat Xu itu ternyata tak menyebutkan perihal pembayaran utang yang jatuh tempo minggu ini. Sementara itu saham perusahaan masih anjlok karena kekhawatiran investor global. Saham Evergrande turun 7% pada hari Selasa pada Selasa kemarin di Bursa Hong Kong.

Menurut penyedia data Refinitiv, pembayaran bunga dengan total lebih dari US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,4 triliun (kurs dolar Rp 14.242) akan jatuh tempo pada hari Kamis (22/9) ini. Belum diketahui bagaimana perusahaan bisa melunasi utang tersebut.

ADVERTISEMENT

Grup ini adalah pengembang China yang paling banyak berutang dengan total lebih dari US$ 300 miliar atau setara dengan Rp 1.423 triliun. Selama beberapa minggu terakhir, ia memperingatkan investor dua kali bahwa itu bisa gagal jika tidak dapat mengumpulkan uang dengan cepat.

Di sisi lain, diamnya Beijing yang dipimpin Xi Jinping tentang krisis Evergrande tampaknya menjadi sumber utama ketidakpastian. Ekonom di Macquarie Group mengatakan Selasa bahwa mereka mengharapkan pembuat kebijakan China untuk bersabar.

"Pemerintah masih ingin mencegah pengambilan risiko yang berlebihan dari pengembang properti seperti Evergrande. Tetapi Beijing juga ingin menjaga stabilitas di sektor properti," tulis Larry Hu dan Xinyu Ji dari Macquarie, dalam sebuah catatan penelitian.

Lihat juga video 'Biden Tak Ingin Cari Perang Dingin Baru, Singgung China?':

[Gambas:Video 20detik]



Xi Jinping bakal turun tangan? klik halaman berikutnya.

Tommy Wu, ekonom utama Oxford Economics, mengatakan seharusnya pemerintah bisa ikut turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. "Setidaknya mereka bisa membuat kebijakan, semacam restrukturisasi untuk Evergrande," kata Wu.

Masalah Evergrande akhir-akhir ini menjadi topik hangat karena krisis yang menimpa mereka berpengaruh pada pasar global. Dalam beberapa tahun terakhir, utang perusahaan membengkak karena meminjam untuk membiayai berbagai bisnisnya, dari perumahan, kendaraan listrik hingga olahraga dan taman hiburan.

Krisis tersebut bahkan telah memicu keresahan sosial. Outlet media China, Caixin melaporkan pekan lalu bahwa beberapa ratus orang yang telah berinvestasi dalam produk manajemen kekayaan Evergrande mengepung kantor pusat perusahaan di Shenzhen, menuntut uang mereka kembali.

Kepala Penelitian untuk Asia-Pasifik di ING Economics, Robert Carnell memprediksi, restrukturisasi Evergrande kecil kemungkinan akan difokuskan untuk meredam 'amarah' para investor. Dia mengutip penekanan Presiden China Xi Jinping baru-baru ini pada "kemakmuran bersama" dan kebutuhan untuk mendistribusikan kembali kekayaan demi kepentingan "keadilan sosial."

Janji itu telah memengaruhi tindakan keras Beijing terhadap teknologi, keuangan, pendidikan, dan sektor lainnya, karena menyalahkan sektor swasta karena menyebabkan risiko keuangan dan memperburuk korupsi dan ketidaksetaraan.

Presiden Xi Jinping menyalakan api pada orang kaya China untuk mendistribusikan kekayaannya. Carnell menulis dalam sebuah catatan penelitian, dia mengharapkan pemerintah untuk memaksa investor untuk duduk dan menunggu sebelum memutuskan nasib akhir Evergrande.

Dia mencontohkan Huarong Asset Management, yang sahamnya ditangguhkan dari perdagangan selama beberapa bulan. Mereka mengalami krisis likuiditas dan gagal merilis hasil keuangan 2020. Perusahaan itu akhirnya ditebus oleh investor yang didukung negara.

"Ada perasaan peringatan yang gamblang dalam penantian itu -jangan berharap tidak menderita kerugian- sebelum penyelamatan akhirnya dilakukan," kata Carnell.


Hide Ads